BERI.ID – Ada gerai ritel modern di Samarinda yang disebut beroperasi tanpa izin atau rekomendasi resmi dari Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Samarinda.
Bahkan disampaikan, ada lokasi di mana jumlah toko ritel modern sudah melampaui batas yang semestinya diatur oleh kebijakan pemerintah.
Sikap tegas dikatakan Kepala Disdag Kota Samarinda, Nurrahmani, diperlukan agar penataan usaha ritel di kota ini tidak semakin semrawut dan mengancam keberlangsungan usaha kecil menengah yang sudah lebih dulu berdiri.
“Di Jalan Pelita misalnya, sudah ada lima, lalu tiba-tiba muncul lagi satu. Pertanyaannya, bagaimana bisa Eramart itu berdiri tanpa rekomendasi kami?” ucap Nurrahmani, Selasa (11/11/2025).
Penambahan gerai di satu wilayah tidak bisa dilakukan sesuka hati karena berpotensi mengganggu keseimbangan ekonomi lokal dan mematikan pelaku usaha mikro di sekitar.
Ini ironi, karena menurutnya keberadaan ritel modern seharusnya tunduk pada regulasi zonasi yang ditetapkan dalam Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 9 Tahun 2015.
Disebutkan dalam perwali tersebut bahwa jarak antar gerai minimal 500 meter dan jam operasional hanya diperbolehkan dari pukul 10.00 hingga 23.00 WITA.
“Regulasi ini bisa diperbaiki, bisa diatur lagi di Perwali atau Perda, tapi prinsipnya harus tetap berdasarkan izin dan perhitungan yang jelas. Tidak bisa hanya karena ada peluang lahan lalu langsung berdiri,” ujarnya menegaskan.
Di sisi lain, Ketua Komisi II DPRD Samarinda, Iswandi, menilai masalah Eramart hanyalah puncak gunung es dari lemahnya pengawasan lintas instansi.
Ia menilai, rantai perizinan minimarket di Samarinda selama ini tidak berjalan secara terintegrasi sehingga membuka celah bagi munculnya gerai ilegal.
“Alur perizinan itu kan jelas, ada peran PUPR untuk menilai kelayakan bangunan, lalu Disdag yang memberikan rekomendasi usaha. Tapi kalau salah satu jalurnya dilompati, maka izin itu jadi tidak sah,” tegas Iswandi.
Ia menyoroti bahwa perwali tentang usaha mikro sebenarnya sudah cukup komprehensif, hanya saja implementasinya yang kerap tidak sinkron antar perangkat daerah.
Padahal, perwali tersebut dibuat bukan hanya untuk menata pasar modern, tapi juga melindungi pelaku usaha kecil agar tidak kalah bersaing.
“Jangan sampai baru dua tahun jalan, sudah tidak sesuai lagi. Banyak masalah dari hulu sampai hilir, termasuk di Disdag sendiri.
Apabila poin dalam peraturan terkait monitoring dan evaluasi operasional minimarket tiap tahun betul-betul dilaksanakan, tidak akan ada kasus seperti eramart yang menjamur di Kota Tepian.
“Kalau itu dijalankan, seharusnya tidak akan ada kasus seperti Eramart ini,” tegasnya.
Ia juga meminta agar 533 izin baru yang sedang diproses ditahan sementara, sebelum seluruh permasalahan izin lama diselesaikan.
“Kita tidak menutup ruang investasi, tapi kita juga punya kewajiban melindungi yang sudah ada. Apa manfaatnya kalau pasar modern tumbuh cepat tapi ekonomi lokal justru tertekan? Multiplier effect-nya juga harus dihitung,” ujar politisi tersebut.
Iswandi menegaskan, pemerintah dan DPRD tidak bermaksud menghambat investasi, melainkan memastikan persaingan usaha berjalan sehat dan adil.
Ia mengingatkan agar pihak Eramart yang sudah beroperasi tanpa izin tidak semena-mena, karena semua pihak sedang berupaya memperbaiki sistem agar lebih tertib dan transparan.
“Yang sudah terlanjur berdiri tanpa izin pun jangan seenaknya. Mari kita benahi sama-sama. Jangan sampai hukum hanya berlaku bagi yang kecil, sementara yang besar bebas melanggar,” tutupnya. (lis)







