Anggaran Pendidikan 20 Persen Dinilai Masih Rendah

SAMARINDA – Program peningkatan mutu pendidikan di Kalimantan Timur terus digalakkan agar visi dan misi Kaltim berdaulat dapat terwujud.

Disektor anggaran pendidikan mendapatkan porsi sebesar 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun APBD Provinsi serta APBD kabupaten/kota.

dprdsmd ads

Namun pada pelaksanaan teknis dilapangan, tak sedikit keluhan masalah seputar dunia pendidikan, mulai dari gedung sekolah yang rusak, kekurangan guru hingga sekolah yang berstatus negeri tapi tidak memiliki gedung.

Menanggapi hal tersebut anggota komisi IV DPRD Kaltim, Salehuddin mengatakan bahwa sesuai dengan amanat UUD 1945 serta UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pemerintah berkewajiban mengalokasikan anggaran sebesar 20 persen baik dari APBN maupun APBD.

Untuk Kalimantan Timur dengan topografis wilayah yang sangat luas, secara jangkauan maka akan terasa lebih sulit bagi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kaltim untuk mengcover semua sekolah terutama SMA dan SMK sederajat.

“Justru kalau saya melihat dari postur anggaran cukup signifikan tapi apakah dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan mutu pendidikan, juga belum tentu,” ujar Salehuddin saat ditemui dilantai 6 gedung D. Senin (24/1/2022).

Karena pada postur anggaran 20 persen, tidak semuanya untuk peningkatan mutu pendidikan tapi ada juga untuk sarana dan prasarana mulai dari peningkatan infrastruktur sekolah hingga gaji tenaga pendidikan dan ketenaga pendidikan.

Jika bicara secara utuh untuk peningkatan kualitas dan mutu pendidikan, anggaran tersebut masih kurang. Belum lagi anggaran 20 persen tersebit tidak seutuhnya ditempatkan pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan tapi tersebar dibeberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lain.

Menurutnya ditahun 2020, pemerintah provinsi Kaltim telah melakukan kewajiban dengan menyiapkan 20 persen anggaran pendidikan dari APBD. Terkait postur belanja dalam komposisi 20 persen tersebut, ia menuturkan bahwa pada tahun 2020 sudah terjadi pandemi Covid 19 yang berimbas pada adanya kebijakan refocusing dan hal itu juga terjadi pada anggaran pendidikan.

“Pada kenyataanya tanpa ada kondisi pandemi, sebenarnya Kalimantan Timur itu masih kekurangan. Karena pada faktanya hingga saat ini masih ada sekitar 7 SMA dan SMK yang belum memiliki gedung tetap padahal negeri,” paparnya.

Masalahnya yakni Dinas pendidikan dan kebudayaan Kaltim belum memiliki skala prioritas dan kurang berkoordinasi dengan Kementrian Keuangan dan Kementrian Riset, Pendidikan dan Kebudayaan serta belum ada kerjasama dengan pihak ke tiga atau melibatkan swasta dalam program pendidikan.

Idealnya anggaran 20 persen tersebut bisa menjangkau kebutuhan peningakatan mutu, sarana dan prasana serta infrastruktur penunjang kemudian untuk meningkatkan kualitas pembelajaran termasuk meningkatkan kualitas guru dan tenaga pendidikan.

Namun demikian muaranya tetap pada kebijakan Dinas pendidikan dan kebudayaan untuk memprioritaskan dan berkaitan erat dengan proses dilapangan. Tapi jika melihat komposinya lebih besar kepada belanja modal juga merupakan kekeliruan dalam manajemen pendidikan.

“Idealnya kan kita fokus pada kebutuhan sarana dan prasaran, peningkatan kualitas pendidikan. Kan banyak sekolah yang numpang tidak ada bangunan tapi belum diprioritaskan sementara ada sekolah lain yang secara infrastruktur sudah memadai tapi justru dana alokasi khususnya dilarikan disitu,” jelasnya.

Oleh karena itu, politisi Golkar tersebut membeberkan sejumlah solusi agar sektor pendidikan dapat menjadi lebih baik diantaranya harus berani menentukan skala prioritas, menyusun skema pembiayaan diluar postur APBD, berkoodinasi dengan Kementrian Riset, Pendidikan dan Kebudayaan untuk mendaptakan Dana Alokasi Khusus.

“Kita meminta kepada Dinas Pendidikan agar membuat blueprint yang jelas, sampai sekarang belum ada,” tambahnya.

Terkait dengan kebutuhan Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur secara khusus untuk teknis penggunaan anggaran 20 persen, Salehuddin mengatakan bahwa regulasi itu sangat penting.

“Tapi setau saya karena dalam proses penyelenggaraan pendidikan dimasing-masing kabupaten dan kota itukan sudah ada semua, di Provinsi kalau memang regulaisnya itu memang secara bertahap dengan kekuatan hukum yang mengikat untuk menentukan skala prioritas, kenapa tidak,” lanjutnya.

“Apa yang menjadi keingan Gubernur untuk mewujudkan Kaltim berdaulat dan betul-betul terlaksana, saya pikir ya tahapanya harus jelas,” pungkasnya.

(Fran)