Bencana Lumpur Lapindo Jadi Inspirasi, Tani Muda Santan Gelar Jihad Lingkungan

KUKAR – Semburan pertama lumpur lapindo pada tanggal 29 mei 2006 yang kemudian diikuti semburan lumpur lainnya hingga menyebabkan 640 HA lahan serta 10 kampung lenyap dibalik timbunan lumpur.

Bencana ekologis tersebut pun kemudian mengilhami sejumlah pemuda yang tergabung dalam Tani Muda Santan (TSM) untuk menggelar aksi yang mereka namakan jihad lingkungan.

Momentum bulan suci ramadhan ini dimanfaatkan untuk lebih menggali esensi nilai-nilai ajaran islam, pandangan-pandangannya terhadap lingkungan.

“Ternyata dijelaskan bahwa merusak alam itu bertentangan ajaran agama Islam”Ujar Topik saat dihubungi beri.id

“Momen ini benar-benar kita dorong sebagai upaya melakukan penyadaran secara luas terhadap masyarakat tentang ajaran islam yang begitu luas, khususnya lingkungan” lanjut Ia menjelaskan.

Hasil Muktamar ke 29 Nahdlatul Ulama (NU) di Cipasung, Tasikmalaya pada tahun 1994 menjadi spirit bagi pergerakan Tani Muda Santan dalam agenda mereka ini.

” Dalam Muktamar NU tahun 1994, memutuskan bahwa merusak lingkungan itu hukumnya haram. Kemudian diputuskan juga bahwa perbuatan itu dikategorikan sebagai perbuatan kriminal, masuk kedalam hukum positif, ancamannya pidana. Nah, semangat ini yg ingin digelorakan kembali, kita bersama-sama menjaga ingkungan, jaga sumber daya alam kita, karena menjaganya sejengkal saja tanah air kita, itu sebagian dari iman.” pungkas Topik.

Dalam pelaksanaan agenda tersebut yang dibuka dengan pelepasan 1000 bibit ikan kemudian dilanjutkan dengan pembuatan kaligrafi bertemakan lingkungan, Kultum yang dilanjutkan dengan doa pemulihan dan ditutup dengan buka puasa bersama.

Hal lain yang tidak kalah menarik adalah partisipasi dari warga yang hadir mengikuti rangkaian acara, bahkan secara swadaya warga menyiapkan konsumsi selama agenda berlangsung.

Aktivitas Tani Muda Santan sejauh ini tidak hanya aktif menyuarakan penolakan terhadap aktifitas pengerusakan lingkungan namun juga turut mengkampanyekan apa yang bisa masyarakat produksi tanpa berdampak pada kerusakan lingkungan.

“Menggantungkan roda ekonomi pada sektor tambang harusnya sudah lama ditinggalkan, kita mesti beranjak ke pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, seperti pertanian atau apapun itu yang sifatnya pengelolaan hasil sumber daya desa,” Tuturnya

Ia juga menyebut, Agenda mereka selalu melibatkan masyarakat, seperti yang baru selenggarakan, pembuatan sabun dengan memakai bahan baku minyak kelapa.

”Kedepan, kami bekerja sama dengan pihak Desa Santan Tengah untuk mengelola lahan desa, luasnya 2 HA. Kita mau pakai untuk nanam sayur sama buah-buahan. Barangkali bisa jadi percontohan, jadi motivasi buat masyarakat untuk mengelola lahan mereka kembali, apalagi secara historis kita di Santan ini berasal dari masyarakat agraris yang kemudian mengalami pergeseran akibat krisis ekologis. Dan menurut kami, krisis ekologis itu disebabkan oleh aktifitas perusahaan-perusahaan tambang di hulu sungai” tutupnya

Untuk diketahui bersama bahwa aktifitas pertambangan batu bara mendorong terjadinya krisis ekologis, seperti yang terjadi Sungai Santan, sungai yang merupakan urat nadi dari 3 desa yakni, Santan Ilir, Santan Tengah dan Santan Ulu. Beroperasinya PT Indominco Mandiri pada tahun 1997 menjadi awal terjadinya bencana ekologis ini.(as)

kpukukarads