Calon Walikota Samarinda, Tarung Gagasan Atau Sebatas Mengeluh ?

Beri.id, SAMARINDA – Pada Sabtu malam 27 Juli 2019, Disebuah kedai di jalan Juanda, Kecatamatan Samarinda Ulu, digelar sebuah diskusi bertajuk ‘Membaca Samarinda Melalui Momentum Politik Lima Tahunan’.

Puluhan peminat diskusi memadati lokasi untuk menyaksikan gagasan dan ide para peminat Kursi walikota Samarinda.

Hadir diantaranya, Apri Gunawan, Viktor Yuan, Ridwan Tasa, dan Parawansa Assoniwora. Keempatnya sudah terang terangan siap bertarung pada Pilwali tahun 2020.

Meskipun tahapan Pemilukada baru dimulai September mendatang, tarung Tagline sudah dimulai, bahkan mereka sudah memiliki sejumlah program yang bakal di usung. Tidak jarang diantaranya sudah mulai menyebarkan baliho. 

Secara bergantian mereka memaparkan gagasannya, Itu pula menjadi penilaian tersendiri Erwiyansyah, Rektor Universitas Kutai Kartanegara (Unikarta) yang turut hadir menyaksikan, berkisar satu jam berjalan sesi pertama, setelahnya baru sesi diskusi.

Sebagai akademisi, dirinya menilai bahwa semua kandidat belum punya nyali meskipun punya keberanian maju sebagai calon walikota.

“memang berani memaparkan masalah tapi secara esensial belum ada nyali. Cenderung hanya isu isu yang tidak komprehensif,” Ucapnya saat dikonfirmasi.

Banjir menjadi isu populer yang dibahas setiap calon, namun bgitu kata Erwiyansyah, ada beberapa hal yang esensial luput dari penjelasan.

“Betul, Banjir memang isu populer tapi tidak ada yang menyentuh pendapatan asli daerah Samarinda. Karena modal untuk membangun juga harus ada, ketika bicara masalah lalu solusinya seperti apa ?” Tanyanya

Menurutnya Untuk memecahkan masalah harus ada sesuatu yang jelas seperti bagaimana mensiasati anggaran di Samarinda. Gagasan para calon pun dianggap tidak ada hal yang baru.

“bicara soal Samarinda tapi solusi belum ada, itu yang saya lihat. Kalau hanya mengumpulkan keluhan gak usah jadi walikota,” tegasnya.

Tapi dirinya memaklumi, karena diskusi publik baru tahap awal, “mungkin butuh waktu diskusi lanjutan yang lebih luas lagi,” jelas Erwiyansyah.

 

Pemimpin Baru Harus Mampu Kurangi Masalah.

Hadir sebagai Panelis diskusi adalah Andi Ade Lepu, berdasarkan opini publik dan penelitian kualitatif, dirinya memaparkan bahwa keterpilihan pemimpin belum ada karena kekuatan gagasan dan visinya. 

Namun keterpilihan lebih pada faktor lain, seperti dipilih karena di apreasiasi merakyat (dalam tanda kutip), terpilih karena populer, ada lagi karena dermawan.

“Sementara keterpilihan ini, pemimpin yang terpilih itu juga tidak dipake sebagai sebuah kinerja,” sebutnya.

Idealnya kata Peneliti ini, keterpilihan pemimpin adalah kekuatan fisik dan gagasan yang dianggap mampu dan aplikatif kemudian mampu menciptakan sesuatu sebagai langkah kerja.

Dirinya juga mengkritisi soal banjir, menurutnya sebagai pemimpin tidak seharusnya memandang banjir sebagai masalah, tetapi sebagai gejala.

“Sehingga kemudian berdasarkan opini publik dan studi kualitatif yang kita laksanakan, bahwa jabatan itu diangap lebih besar dari pemimpinya, dia Lebih kecil dari nol, padahal kalau dirumuskan semestinya pemimpin itu harus lebih besar atau minimal sama dg nol,” sebutnya

“Maka kemudian setiap pergantian pemimpin harus ada nilai tambah, artinya apa, pengganti Pak Jaang harus lebih besar dari Pak Jaang dari sisi kapasitas,” katanya lagi

Keberadaan Kota tepian yang dikelilingi dengan sungai Mahakam, kata Andi Ade mestinya mampu menjadi representasi keindahan, 

“Tetapi malah menjadi representasi masalah seperti yang kita dengar dari para narasumber,” katanya

Dirinya berharap kemudian kita melihat banjir dan lain sebagainya adalah bukan sebagai masalah, itu hanya gejala dari permasalahan besar yaitu kepemimpinan.

“Maka kemudian, pememimpin kedepan harus bisa mengurangi masalah, justru akan menambah

masalah kalau dari gagasan dan kapisitas masih dibawah Pak Ja’ang” Tutupnya. (Jifran)

kpukukarads