Catatan Kemenangan Jokowi – KH. Ma’ruf Amin

Oleh : Iqbal Saputra Zana S.Sos  (Sekjen Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Universitas Mulawarman)

Iqbal Saputra Zana S.Sos  (foto: Istimewa)

Pada tanggal 21 Mei 2019 pukul 01.46 WIB dini hari Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) telah mengumumkan rekapitulasi suara nasional melalui Keputusan KPU Nomor 987/PL.01.8-KPT/06/KPU/V/2019 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota secara nasional dalam Pemilihan Umum Tahun 2019. Joko Widodo – KH. Ma’ruf Amin mendapatkan perolehan sebesar 85.607.362 suara atau 55,50 persen di 21 provinsi. Sementara Prabowo Subianto – Sandiaga Uno memperoleh 68.650.239 suara atau 44,50 persen di 13 provinsi. Artinya selisih keduanya mencapai 16.957.123 suara atau sekitar 11%, jumlah suara sah yang dihitung KPU RI adalah 154.257.601 suara.

Penetapan KPU RI terhadap kemenangan Joko Widodo – KH. Ma’ruf Amin kemudian digugat oleh Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto – Sandiaga Uno ke Mahkamah Konstitusi (MK) dengan dugaan terjadi kecurangan yang terstruktur, sistematis dan masif (TSM). Jalannya persidangan penuh dengan dinamika, barang bukti dan saksi dihadirkan untuk menguatkan gugatan. Namun pada tanggal 27 Juni 2019 dalam sidang pengucapan putusan perselisihan pemilihan umum presiden tahun 2019 No. 01/PHPU-PRES/XVII/2019, Mahkamah Konstitusi menolak permohonan pemohon seluruhnya bersifat final dan mengikat semua pihak. Ada beberapa catatan dari terpilihnya Joko Widodo – KH. Ma’ruf Amin sebagai presiden dan wakil presiden Indonesia terpilih periode 2019-2024.

Usut Tuntas Kematian Ratusan Anggota KPPS

Penyelenggara pemilu dari tingkat pusat sampai tingkat paling bawah menjadi elemen penting dalam kelancaran pelaksanaan pemilu. Diperlukan sinergitas yang baik diantara seluruh perangkat penyelenggara pemilu. Banyaknya anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal hingga mencapai ratusan orang menjadi sejarah kelam bencana kemanusian pemilu di Indonesia.

Proses recruitment anggota KPPS yang tidak ketat dapat menjadi salah satu faktor penyebabnya. Karena kebanykan anggota KPPS berusia lanjut dengan kondisi kesehatan yang menurun. Apalagi pekerjaan anggota KPPS saat pemilu serentak tidaklah mudah dan sebentar, memakan waktu yang sangat panjang. Perhelatan pesta demokrasi serentak memiliki konsekuensi perhitungan hingga 5 kotak surat suara.

Hingga ada yang menghabiskan waktu penyelesaian perhitungan non stop sampai keesokan pagi harinya. Kemudian tidak adanya tim kesehatan yang disiapkan oleh KPU Kabupaten/kota yang bersiaga jika sewaktu-waktu terjadi persoalan kesehatan anggota KPPS menjadi catatan tersendiri oleh penyelenggara pemilu kedepan. Bagaimanapun juga keselamatan dan kesehatan para penyelenggara pemilu menjadi prioritas.

Diperlukan tindak lanjut untuk mengetahui penyebab kematian dari ratusan anggota KPPS yang meninggal dunia. Sampai saat ini pemerintah seperti tidak memiliki sense of emergency terhadap rakyat yang berguguran dalam pesta demokrasi. Pemerintah perlu hadir dalam bencana kemanusiaan ini dan memberikan perhatian kepada keluarga yang ditinggalkan.

Para pihak yang ingin menyelidiki kasus ini tidak boleh dihalangi oleh pihak manapun. Keterpanggilan mereka untuk menyelidiki kasus bencana kemanusiaan ini perlu diberi apresiasi yang tinggi. Mereka hanya ingin kasus ratusan kematian tidak terulang kembali di pemilu yang akan datang. Dengan terungkapnya penyebab kematian ratusan anggota KPPS memberikan jawaban atas dugaan-dugaan yang berkembang di masyarakat. Untuk para anggota KPPS yang telah meninggal dunia dalam menjalankan tugas mulia mereka layak disebut sebagai pahlawan demokrasi Indonesia.

Stop Kriminalisasi Lawan Politik

Pemanggilan dan penahanan beberapa tokoh seperti Eggi Sudjana, Lies Sungkharisma, Kivlan Zein dan lainnya menjadi sebuah ironi pemilu. pasalnya mereka adalah pendukung loyal Prabowo Subianto – Sandiaga Uno yang sering tampil mengkampanyekan pasangan ini. Belum lagi beberapa ulama seperti Ustadz Bachtiar Nasir yang ditetapkan tersangka dan pelaporan Ustadz Haikal hasan menjadi perhatian utama publik.

Pelaporan tokoh-tokoh loyalis pendukung Prabowo Subianto – Sandiaga Uno menimbulkan kebisingan politik pasca pilpres. Kedepan kepolisian perlu bijak dan mempertimbangan penegakan hukum pasca pemilu. Karena pelaporan tokoh-tokoh lawan politik yang kemudian ditanggapi secara agresif oleh kepolisian dengan kondisi tensi politik yang tinggi di tengah masyarakat, dapat memicu ketegangan dan kebisingan politik.

Mengembalikan Kepercayaan Public Terhadap Institusi POLRI

Aparat keamanan polri menjadi sorotan di masyarakat dalam pemilu serentak. Kecurigaan lawan politik terhadap keberpihakan institusi POLRI kepada salah satu pasangan calon menjadi penyebabnya. Kepolisian perlu menjawab kecurigaan masyarakat dengan betul-betul menjadi lembaga yang netral dan independen sesuai dalam amanat Undang- undang No. 2 Tahun 2002 pasal 28 ayat 1 bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis.

Polri merupakan alat negara yang memiliki peran dalam pemeliharaan keamanan dan ketertiban serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya kemanan dalam negeri. Hal inilah yang perlu diwujudkan dalam institusi kepolisian yang perlu menghindari intervensi kepentingan politik dari manapun, bahwa marwah kepolisian sebagai pelindung dan pengayom masyarakat bukan security penguasa.

Selektif Memilih Pembantu Presiden

Kontestasi pemilu serentak sudah dimenangkan oleh Joko Widodo – KH. Ma’ruf Amin. Kabinet baru yang akan membantu kerja-kerja dari presiden akan segera dibentuk. Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan perlu dengan cermat mempertimbangkan mengangkat orang-orang profesional dalam memimpin kementerian. Pengisian kementerian tidak hanya untuk bagi-bagi kue kekuasaan atau memberi porsi kedudukan bagi partai-partai pengusung. tetapi perlu adanya pengisian jabatan kementerian dari orang- orang yang profesional, berkompetensi, memiliki integritas dan dapat memecahkan masalah.

Memiliki niat dengan tulus dan ikhlas bersama presiden mengabdikan dirinya untuk kemaslahatan hajat hidup orang banyak. Agar orang-orang yang terpilih menjadi pembantu presiden bukan orang-orang yang ingin memuluskan kepentingan bisnisnya atau untuk mencari akses menuju kekuasaan semata. Hal ini semata-mata agar kementerian dapat berjalan sesuai fungsinya melayani kebutuhan rakyat dengan baik, terutama dapat merumuskan dan melaksanakan kebijakan yang pro terhadap rakyat. Jalanya pemerintahan dibutuhkan tim yang dapat bekerja ekstra, sejalan dengan arahan presiden, dan solid dalam kabinet.

Kembali Pada Persatuan Iindonesia

Pada jalannya pemilu serentak sebutan cebong dan kampret menjadi viral di masyarakat. Masyarakat menjadi terpolarisasi dan terpecah menjadi dua kubu pendukung pasangan calon. Saling hujat dan sindiran menjadi penghias di media sosial dan lingkungan bermasyarakat. Setelah keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan pasangan Prabowo Subianto – Sandiaga Uno terkait sengketa pemilu, kita semua perlu sadar tidak ada lagi pembelahan antara cebong dan kampret seperti gelaran pilpres.

Polarisasi akibat perbedaan pilihan politik di tengah masyarkat harus segera dihentikan dan mengubur dalam-dalam istilah cebong dan kampret. Semua elemen masyarakat perlu berjabat tangan menjalin hubungan persaudaraan sesama anak bangsa. Fokus kita sekarang perlu ditujukan bagaimana bersama-sama berkontribusi semaksimal mungkin untuk mengambil peran membangun bangsa.

Indonesia adalah negara majemuk dan memiliki toleransi yang tinggi, hal ini menjadi panutan bangsa-bangsa lain. marilah kita jaga dan rawat bersama anugerah yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia. Menjadi bangsa yang menjunjung tinggi nilai persaudaraan dan nilai gotong royong sebagai identitas bangsa. Indonesia akan maju dan menjadi kekuatan dunia apabila kita mengikrarkan bersama bahwa “KITA INDONESIA, BUKAN AKU ATAU KAMU”