Samarinda, Beri.id – Dorongan untuk meningkatkan kesejahteraan guru muncul karena upah yang dianggap masih rendah, demikian disampaikan oleh Ketua Komisi IV DPRD Kota Samarinda, Sri Puji Astuti. Minimnya minat generasi muda terhadap profesi guru menjadi perhatian serius, bukan hanya di tingkat lokal, tetapi juga di berbagai wilayah Indonesia.
Puji menjelaskan bahwa gaji atau upah yang dianggap minim oleh calon tenaga pengajar menjadi akar permasalahan utama. Meskipun telah ada upaya peningkatan melalui Program Peningkatan Penghasilan Pegawai Pemerintah dengan Kinerja (P3K), yang meningkatkan gaji minimal hingga Rp. 3,4 juta, namun minat generasi muda tetap menurun.
“Harusnya guru diberi upah minimal Rp. 3,4 juta melalui P3K belum mampu meningkatkan minat generasi muda untuk menjadi guru setiap tahunnya,” kata Puji.
Politikus dari Partai Demokrat ini juga menyadari bahwa mencari solusi untuk meningkatkan kesejahteraan guru di Kota Samarinda tidaklah mudah. Kendala utama yang dihadapi adalah keterbatasan keuangan daerah dan negara.
“Walaupun upaya terus dilakukan, namun keterbatasan keuangan daerah bahkan negara terus menjadi hambatan,” tuturnya.
Puji menambahkan bahwa meskipun anggaran pendidikan mencapai 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia (APBN), namun masih belum mencukupi untuk mengatasi permasalahan kesejahteraan guru. Ia menekankan bahwa untuk mendapatkan gaji yang lebih besar, sebagian lulusan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) mungkin harus mempertimbangkan untuk mengubah profesi.
Dengan berbagai tantangan ini, upaya terus dilakukan untuk mencari solusi guna meningkatkan minat generasi muda terhadap profesi guru, sekaligus menjaga kualitas pendidikan di Kota Samarinda.
“Kalau masih ingin berdedikasi pada negara, hal itu perlu dipertimbangkan. Karena lulusan FKIP enggan menjadi guru, itu bukan masalah. Mereka tetap dapat berperan sebagai guru di lingkungan rumah, namun jika,” pungkas Puji.
(ADV/DPRD Samarinda)