Ini Problem Pemkot Benahi Kawasan Karang Mumus 

Potret bangunan di sepanjang bantaran sungai Karang Mumus. (Foto: Lisa/beri.id)

BERI.ID – Karang Mumus saat ini menegaskan dirinya sebagai “titik keras” penataan kota Samarinda, kawasan yang tak bisa diganti, tak bisa sepenuhnya ditata, tetapi juga tak mungkin dibiarkan.

Di sepanjang bantaran sungai ini, puluhan tahun persoalan berkutat di tempat yang sama, warga tinggal di atas tanah negara, sementara pemerintah dibatasi aturan yang tidak memberi ruang kompromi.

Kepala Bidang Kawasan Permukiman Disperkim Samarinda Ronny Surya, mengatakan Karang Mumus merupakan wajah paling telanjang dari persoalan kumuh di kota ini.

Hampir seluruh rumah berdiri di sempadan sungai, wilayah yang secara tegas merupakan milik negara dan tidak boleh diklaim kepemilikan oleh siapa pun.

“Kalau berdiri di tanah negara, tidak ada ruang untuk ganti rugi. Hukum tidak memberikan celah itu. Dan kalau tidak bisa diganti rugi, kita tidak bisa melakukan penataan seperti perbaikan rumah,” ungkap Ronny, Senin (1/12/2025).

Inilah alasan utama mengapa penanganan Karang Mumus hampir selalu berhenti pada pembongkaran bukan penataan terpadu.

Pemerintah tidak boleh memperbaiki rumah ilegal di tanah negara, namun warga juga tidak bisa dipindahkan tanpa dasar legal dan pembiayaan yang sah.

Hasilnya: status quo yang panjang, melelahkan, dan tidak produktif.

Karang Mumus Tidak Masuk SK Kumuh? Ini Penyebabnya

Banyak titik Karang Mumus yang sudah jelas kumuh, tetapi tidak tercantum dalam SK Kumuh.

Tanpa SK, pemerintah tidak bisa mengintervensi kawasan tersebut secara formal.

“Orang lihat kumuh, tapi secara hukum belum kumuh. Karena datanya belum masuk. Kalau data numerik dan DED belum dikerjakan, kawasan itu otomatis tidak boleh dimasukkan ke SK,” ujar Ronny.

Prosesnya berlapis:

1. Pendataan numerik
2. Survei kawasan
3. Penilaian teknis
4. Penyusunan DED
5. Baru bisa masuk ke SK Kumuh
6. Baru boleh ditata

Tanpa langkah pertama, tidak ada langkah kedua hingga seterusnya.

Karang Mumus Stagnan Karena Anggaran: Satu Tahun Hilang, Tiga Tahun Mundur

Masalah berikutnya adalah anggaran.

Disperkim mengakui hingga akhir November, pendanaan untuk pendataan dan DED masih belum cair.

Padahal dua dokumen ini adalah pondasi seluruh program penataan.

“Kalau pendataan tidak berjalan tahun ini, otomatis 2027 tidak ada penanganan. Fisik baru bisa dikerjakan 2028. Efeknya berantai dua sampai tiga tahun,” tegasnya.

Artinya, jika tahun ini gagal, Karang Mumus akan kembali berada di jalur tunggu panjang seperti dekade-dekade sebelumnya.

Di Karang Mumus, ribuan keluarga sudah menetap lebih dari 20–30 tahun.

Mereka membayar listrik, air, bahkan pajak, tetapi secara hukum mereka tinggal di atas tanah yang tidak pernah bisa mereka miliki.

Pemerintah pun berada di posisi sulit:

– Tidak boleh memperbaiki rumah
– Tidak bisa mengganti rugi tanah
– Tidak bisa memindahkan warga tanpa dasar hukum yang lengkap
– Tidak bisa menata kawasan tanpa SK

Ronny menegaskan bahwa 2025 harus menjadi tahun dimulainya perencanaan teknis Karang Mumus, terutama pendataan dan DED.

“Kalau tahun ini hilang, semuanya mundur. Kami minta anggaran jangan dipotong. Ini tahun paling krusial,” tutup Ronny. (lis)