BERI.ID – Ada laporan masuk ke Inspektorat Kota Samarinda soal aduan sekolah ditekan oknum pada proses SPMB (Seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru) di Kota Tepian.
Dalam proses penerimaan siswa baru di Samarinda selama ini kerap kali menjadi ruang abu-abu, tempat bercokolnya praktik titipan, tekanan dari pihak luar, bahkan potensi pungutan liar.
Namun tahun 2025 membawa arah baru, Pemerintah Kota Samarinda memilih menabrak pola lama itu dengan membentuk tim pengawasan dan membuka posko pengaduan.
Langkah ini diklaim bukan basa-basi. Dikoordinatori langsung oleh Inspektorat Kota Samarinda, tim pengawas dan posko dibentuk sebagai “perisai” bagi sekolah yang kerap menjadi korban intervensi kekuasaan.
“Respons dari kepala sekolah sangat positif. Mereka merasa seperti punya tameng. Tidak lagi seperti dulu yang harus menghadapi titipan atau tekanan,” ujar Firdaus Akbar, Inspektur Pembantu III Inspektorat Kota Samarinda, saat ditemui di Posko Pengaduan SPMB, Kamis (12/6/2025).
Firdaus menyebut, sistem pengawasan ini memberi ruang perlindungan yang setara.
Tak hanya untuk masyarakat, tetapi juga bagi sekolah yang selama ini berada dalam posisi terjepit ketika “tugas luar” datang tanpa undangan.
“Dulu tekanan itu datang diam-diam. Sekarang, sekolah bisa langsung lapor. Kami bahkan menerima aduan dari pihak sekolah yang merasa ditekan oleh oknum,” tegasnya.
Satu laporan terkait dugaan penyalahgunaan domisili sudah masuk dan ditangani secara konstruktif.
Meski baru satu, hal itu dianggap sinyal bahwa publik mulai percaya pada kanal pengaduan resmi.
Meski skema seleksi tahun ini hanya menggunakan tiga jalur: domisili, afirmasi, dan prestasi, masalah klasik soal “mitos sekolah favorit” tetap membayangi. Masyarakat masih berupaya memasukkan anak ke sekolah-sekolah unggulan seperti SMP 1 atau SMP 2, meski tidak sesuai zona.
“Padahal sekarang kualitas sekolah sudah merata. Tidak ada lagi yang namanya sekolah unggulan. Yang ada adalah standar layanan yang terus ditingkatkan secara adil,” kata Firdaus.
Di tengah proses transisi budaya penerimaan siswa ini, pemerintah ingin memastikan satu hal, yakni tidak ada anak usia sekolah yang tertinggal hanya karena sistem yang tidak adil atau akses yang sempit.
Langkah memperketat jalur, memperkuat posko, dan membuka ruang pelaporan dari dua arah adalah cara Pemkot Samarinda membersihkan warisan lama, sistem yang sebelumnya lemah dalam kontrol sosial. (lis)