Hasilkan Puluhan Juta Rupiah di Malam Amal Korban Kekerasan Seksual

SAMARINDA – Kekerasan Seksual terhadap anak dan perempuan menjadi bagian luka yang menghiasi Provinsi berlimpah sumber daya alam Kalimantan Timur. Kepedulian yang lemah dari pemerintah tak membuat surut relawan muda-mudi yang berjuang untuk korban kekerasan seksual perempuan dan anak. 
Seperti Kharisma Dwi Pertiwi yang berprofesi mahasiswa dan Fransisca Juanita Tulung yang berprofesi penyanyi,  aktif ikut berjuang untuk korban kekerasan seksual. Melalui Malam Amal yang di gelar (13/12/17), Rabu malam di Taman Budaya, yang di tujukan guna merenovasi rumah perlindungan korban kekerasan seksual (Panti Asuhan Kasih Bunda Utari) yang di kelola oleh Yayasan Kharisma Pertiwi.

Kharisma dan Fransisca ialah perempuan muda yang ikut ambil bagian melatih anak-anak yang tampil di gelaran acara amal tersebut. Mulai dari melatih menyanyi, menari, bahkan teaterikal. Terkesan sederhana, namun butuh energi dan semangat yang besar untuk anak muda seperti mereka meluangkan waktu peduli terhadap orang lain, khususnya para korban kekerasan di Panti Asuhan Kasih Bunda Utari.

dprdsmd ads

Pasalnya persiapan acara ini berlangsung dua bulan, “pengerjaanya itu tidak butuh banyak relawan untuk membantu konsepin acara ini,  namun ada aja yang membantu support ide, kami punya banyak energi, karena kami tidak mau semakin banyak korban anak dan perempuan berjatuhan mengalami kekerasan”. Ujar Risma sapaan akrabnya mahasiswi Untag semester 5 ini.

Semangat dan kepedulian itu berbuah manis, acara yang di hadiri oleh ratusan masyarakat tersebut berhasil mengumpulkan donasi hingga 80 juta rupiah dalam bentuk cash yang di terima langsung oleh ketua yayasan Sri Utari.

Mimik haru terlihat jelas di wajah bunda Utari saat menerima bantuan. Dirinya tak menyangka anak-anak muda yang peduli terhadap panti asuhan miliknya ini berhasil mengundang banyak donatur.

“saya tidak menyangka dengan hasil kalian malam ini, yayasan ini adalah milik kita bersama dan saya berharap lepas dari acara malam ini semakin banyak bermunculan yang peduli terhadap korban yang mengalami kekerasan seksual”. Papar Utari usai penyerahan donasi dari relawan

Rumah aman bagi korban kekerasan itu sangat memprihatinkan, di bangun sejak 2003 lalu, berbahan dasar ulin beratapkan senk. Waktu yang cukup lama itu membuat rumah tersebut butuh renovasi. “Dari tahun itu belum pernah di ganti, hujan turun terus membanjiri ruas rumah, karena senk berkarat dan bocor, kayu-kayu jadi ikut rapuh dan tembus keplafon  dan hal itu bisa kena ke istalasi listrik, aku takut  dengan kondisi sekarang, karena itu sangat membahayakan buat keselamatan mereka”. Ucap Fransisca penyanyi berparas manis.

Tidak bisa di pungkiri, hadirnya rumah aman di Kota Tepian menjadi cahaya untuk masa depan anak dan perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual, berdiri sejak tahun 2003 hingga sekarang sudah menampung 71 korbang kekerasan seksual.

Jumlah itu sedang dalam proses pemulihan secara psikologi, sebagian sudah ada yang melanjutkan pendidikan. Bahkan korban lalu yang sudah pulih ada yang bekerja dan menikah. 

“dari 2015 saya sudah masuk gabung ditempat ini, saya memilih di sana karena rasa malu dengan lingkungan terhadap kondisi yang saya alami. Itu membuat saya minder untuk tinggal di lingkungan. terbesik dipikiranku rasanya tidak ada masa depan di hidupku”, papar Sri salah satu anggota panti yang sudah pulih secara psikologi.

Lanjutnya “dengan kebersamaan yang ada disini, kami di bina, di didik  serasa saya memiliki keluarga baru yang sangat peduli, hingga saya sangup menyelesaikan sekolah saya”. Ujar perempuan berstatus pelajar sekolah kejuruan.

Selain pembinaan secara psikologi, Rumah aman juga menyalurkan berbagai macam hobi dan aktifitas yang membangun, termasuk mengolah kerajinan rumah tangga, manik-manik dan banyak hal lain yang di ajarkan disela aktifitas dalam rumah.

korban kekerasan lain juga menyebut, “awalnya saya bingung harus kemana, orang tua juga terasa berat menangung semua musibah yang menimpah kami, alhamdulilah saya bertemu dengan Bunda Tari yang selalu membimbing kami”. Ucap Ratih bukan nama sebenarnya

“saya selalu di kasih tau bahwa masa depan kita itu masih panjang, setiap musibah bisa kalian lewati, itulah cahaya yang muncul di benak saya. Ternyata juga masih ada korban lain yang lebih parah dari saya, akhirnya kami saling dukung untuk menata masa depan”. Tutup perempuan korban pelecehan seksual. (Fran)