SAMARINDA – Pelanggaran hukum pada sektor pertambangan seakan tidak ada habisnya, lingkungan hidup dan kematian pun jadi motif pelanggaran yang sering terjadi. Butuh ketegasan hukum di tanah ini.
Kini Universitas Mulawarman bekerjasama dengan Kepolisian Daerah Kalimantan Timur.Gelar Studium General V dengan tema penegakan hukum tindak pidana kejahatan pada sektor pertambangan yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Unmul (14/9/17).
Acara yang dibuka oleh Wakil Rektor II ini. Menghadirkan pembicara tunggal, Kapolda Kaltim secara khusus membahas penanganan permasalahan hukum di sektor pertambangan. Dalam paparannya Irjen Pol.Drs. Safaruddin menjelaskan “Permasalahan pertambangan itu di antaranya yaitu meninggalnya anak di kolam tambang, lantas kenapa tidak diproses,” tanyanya.
Lanjutnya, “mandek penanganan hukum itu karena kebanyakan tidak ada laporan, terus keluarga korban tidak mau anaknya diotopsi, ada juga keluarga korban menolak ditingkatkan kasusnya karena sudah diberi santunan.” tuturnya di atas podium ruang serbaguna Rektorat lantai IV.
Persoalan lainnya, iming-iming penghasilan yang besar membuat risau masyarakat yang berkebutuhan kerja. Hingga kerusakan lingkungan terkesampingkan.
“Coba lihat tambang itu menghasilkan debu di mana-mana, kerusakan perubahan muka tanah, setelah izin masuk merusak semua RTRW, bahkan kadang-kadang satu tambang itu ada dua hingga tiga pemilik.” Heran nya
Belum lagi tumpang tindih lahan, serta satu area dua izin, industri tambang dan perkebunan sawit.
“Pihak aparat hukum terus berupaya menyelesaikan dalam langkah hukum terkait semua persoalan itu.” Tegas Safaruddin
Di tanya terkait jumlah korban meninggal dan kasus yang sudah di selesaikan Kepolisian Daerah Kaltim, mengaku tidak hafal jumlahnya.
“Ada yang masih proses dan ada yang tidak bisa di proses, pada dasarnya pengusaha tidak akan keberatan sangsi hukum. Karena aktivitas tambang masih bisa berjalan, namun beda kalau sangsi administrasi seperti pencabutan izin. Tak akan beroperasi lagi itu.” Tegas nya.
Salah seorang peserta mengajukan pertanyaan di sesi diskusi,”bagaimana penanganan kasus pertambangan di dekat permukiman pak, awalnya masuk dalihnya bukan nambang tapi setelah ada ijin ternyata digunakan untuk pertambangan.”
Tegas Kapolda Kaltim, “Habis acara kami cek ke lokasi, kalau ilegal langsung kami hentikan.”
Komisi Pengawas Reklamasi Paska Tambang Kaltim, Siti Khodijah berkomentar, “Untuk UU no 42 tahun 2009 dan PP 78 tahun 2010 memang jelas, sangsi itu adalah sangsi administrasi, saya berharap cara pandang Kapolda soal penanganan hukum pertambangan ini harus dirubah.” Tegas Khodijah
ke depan bukan lagi reklamasi nya yang dikejar tapi bagaimana penataan lahan terkait dengan baku kerusakan lingkungan. Orang yang tidak menata ulang lahan, tidak menutup, tidak membayar reklamasi, itu terkena unsur pidana. Terpenuhinya pasal 89 uu no 32 tahun 2009 tentang perlindungan pengolahan lingkungan hidup.
“Itu cara pandang penegakan hukum yang harus dirubah, supaya jelas ada bukti nyata masuk ke pengadilan, supaya ada penanganan yang pasti, bukan sangsi administrasinya aja tapi juga sangsi pidananya.” Tutup nya. (Fran).