SAMARINDA – Pergerakan ekonomi Kaltim dari sektor ekonomi ekstraktif ke ekonomi produsen hingga barang jadi terus digenjot DPRD Kaltim untuk bisa diinisiasi Pemprov Kaltim.
Salah satunya melalui ekonomi turunan dari sawit.
Diketahui, sawit tak hanya dapat dimanfaatkan secara mentah, tetapi juga bisa digunakan sebagai ekonomi turunan.
Beberapa contoh ekonomi turunan dari sawit seperti minyak goreng, sabun, hingga kosmetik.
Sayangnya, hingga saar ini, sawit di Kaltim masih terbatas pada barang mentah yang dijual ke luar daerah, namun tidak dikelola kembali menjadi industru turunan di Bumi Etam.
Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Edy Kurniawan pun ikut berbicara akan hal tersebut.
“Saya sudah berulang kali sampaikan bahwa Kaltim harus keluar dari ekonomi yang hanya memanfaatkan barang mentah seperti batubara ataupun sawit. Harus bisa masuk ke sektor industri turunan,” katanya.
Apalagi, saat ini Pemprov juga tengah mengembangkan kawasan industri Maloy yang menjadi pusat industri kelapa sawit di Kaltim.
“Harus ada yang memulai. Gubernur juga sudah sampaikan bahwa ada banyak insentif yang diberikan pemerintah bagi pengusaha yang ingin membuka ekonomi di Maloy. Kami juga dari dewan sudah banyak mensupport dalam hal penganggaran kawasan tersebut,” ucapnya.
Estimasi waktu dirasa perlu sebagai target dalam perubahan ekonomi Kaltim dalam beberapa waktu ke depan.
“Bisa ditarget, misalnya dalam 3 atau 4 tahun ke depan, sektor ekonomi Kaltim sudah harus tak lagi bergantung pada batubara,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM (Disperindagkop-UMKM) Kaltim Fuad Assadin mengatakan kawasan Maloy sebenarnya sudah siap dioperasikan.
Namun ia menegaskan siap dioperasikan bukan berarti Maloy langsung beroperasi untuk pusat industri.
“Maloy sebenarnya siap aja dioperasikan. Tapi bukan siap beroperasi. Dioperasikan itu artinya beberapa fasilitas sudah mampu digunakan hanya tinggal pintu gerbang belum selesai. Sementara, untuk IPAL (Instalasi Pembuangan Air Limbah) belum,” ucapnya.
Menurut Fuad, pelabuhan sudah mampu beroperasi namun belum maksimal. Ada sejumlah peralatan pendukung yang belum tersedia. Sebagai contoh, pelabuhan sudah siap, dan perusahaan bisa melakukan pengapalan.
Tapi belum bisa maksimal lantaran peralatan pendukung seperti lampu, belum ada.
“Prinsipnya Maloy sudah bisa cepat dioperasikan. Sekarang belum optimal karena pembuangan limbah belum dibangun karena harus memperhatikan posisi perusahaan,” katanya.
Terpisah, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kaltim Zairin Zein menjelaskan saat ini pelabuhan, kantor, fasilitas air dan, listrik sudah ada di Maloy dan bisa dioperasikan.
Hanya perlu menunggu tangki timbun untuk CPO, yang sampai progresnya sudah sampai tahap pematangan lahan.
“Untuk sawit hanya tangki timbun yang belum. Tangki timbun itu butuh dana sekitar Rp 10 miliar untuk satu tangki. Ini yang akan kita pancing dulu. Kalau sudah ada tangki timbun satu saja, maka yang lain akan mengikuti,” ungkap Zairin.
Zairin yakin dengan hadirnya tangki timbun, perusahaan sawit akan sudah bisa beroperasi di Maloy. (*)