SAMARINDA – Sebanyak 4 warga Samarinda, Kalimantan Timur kembali menggugat presiden. Setelah gugatan pertama 3/G/TF/2021/PTUN.SMD dinyatakan tidak diterima oleh ketua PTUN. Kali ini tidak tangung-tangung Ketua PTUN pun ikut digugat menjadi Tergugat 6 dalam Perkara bernomor 11/G/TF/2021/PTUN.SMD.
Alasan Ketua PTUN digugat karena mendimisalkan Gugatan pertama. Cara itu dianggap melanggar hukum, yakni menyamakan makna Frasa Sengketa Tindakan Pemerintahan yg pengertiannya timbul dari sengketa administrasi dengan makna Frasa Perbuatan melawan hukum yang pengertiannya mengandung tindakan tidak sah.
“Dimana kedua pengertian ini telah didifinisikan secara terpisah dalam pasal ayat yang berbeda2 bagaimana bisa menjadi sama,”tutur Rahim salah seorang penggugat.
“Kalau pasal ayat nya berbeda-beda kemudian pengertiannya disamakan guna mendimisalkan gugatan kami dengan menyatakan gugatan tidak diterima, apa artinya ini ? silahkan simpulkan sendiri dan lihat isi surat gugatan kami, yang jelas kami merasa kecerdasan kami di hina, itu sebabnya kami gugat Ketua PTUN sebagai Tergugat 6 satu paket dengan Tergugat 1 yaitu Presiden RI untuk kedua kalinya dengan nomor perkara 11/G/TF/2021/PTUN.SMD,”tambah Rahim.
Salah satu Peggugat Faizal Amri darmawan berharap agar gugatan mereka dapat segera masuk pokok perkara, supaya segera diuji hukum materil nya bukan malah dihadang dengan hukum formil dengan cara melawan hukum.
“Dimana wibawa hukum kelak dimata masyarakat” ungkapnya kesal.
Para Penggugat tersebut mengatakan diri mereka merasa cemas, terintimidasi, takut dan didiskriminasi oleh pemerintah RI karena tindakan mereka berdasrkan Pasal 108 ayat 1 dan 2 KUHAP tidak didukung Pemerintah sebaliknya justru mendapatkan perlawanan secara melanggar Hukum, tutup Para Pengugat Presiden RI berdasarkan tulisan gugatan PMH Nomor 11/G/TF/2021/PTUN.SMD
Menurut Abdul Rahim kepada tim media gugatan nomor 11/G/TF/2021/PTUN.SMD lagi-lagi ditetapkan Dismisal pada tanggal 31 maret 2021.
Karena hal tersebut sehingga pihaknya layangkan surat kepada Ketua Mahkamah Agung RI untuk mengajukan hak ingkar kepada Majelis Hakim yang mengeluarkan keputusan Dismissal tersebut yang tidak lain tidak bukan adalah Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Samarinda.
Mereka beranggapan bahwa putusan tersebut tidak sah karena Ketua PTUN telah menjadi salah satu Tergugat yakni TERGUGAT 6 dimana wajib mengundurkan diri dari kewenangannya mengadili Perkara kami.
Dalam hal ini Ketua PTUN tentu secara nyata dan meyakinkan melanggar pasal 17 ayat(5) UU No48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman dan jika Ketua PTUN tidak mengindahkan pasal 17 ayat 5 UU No 48 thn 2009 tentang kekuasaan kehakiman tersebut.
“Maka Ketua PTUN harus dikenakan sanksi administrai dan bahkan Pidana, namun Ketua PTUN tidak bersedia mundur atas kehendaknya sendiri, sehingga kami layangkan surat prihal pengajuan hak ingkar kepada Mahkamah Agung RI agar disikapi dan dicarikan jalan keluarnya dimana hal ini harus ada jalan keluarnya oleh Mahkamah Agung RI, dan harus sesuai dengan perundang undangan dan peraturan yang berlaku sekalipun tidak pernah terjadi sebelumnya , ungkap rahim dengan tegas,
Lebih lanjut dia mengatakan, jangan persengketaan antara masyarakat dan Penguasa ini menguap begitu saja tanpa masuk ke pokok perkara.
“Kita berharap media masa turut mengawal perkara ini hingga berkekuatan hukum tetap,”terangnya.
Untuk diketahui perkara ini bemula dari seorang warga negara bernama Achmad Ar Amj Bin Musa yang diduga dikriminalisasi Gembong Mafia tanah Sintiawati Haryono dan Cahyadi Guy secara sistimatis dan terencana melibatkan oknum BPN dan Mafia Penegak hukum guna merampok Tanah milik achmad ar bin musa yang kebetulan telah beralih hak ke atas nama salah satu Penggugat bernama Lisia, maka Lisia bersama-sama suaminya Hanry Sulistio dan para saksi peristiwa melayangkan gugatan kepada semua oknum yang terlibat karena laporan polisi mereka berdasarkan Pasal 108 ayat 1 dan 2 KUHAP tidak dindahkan sejak tahun 2017 yang refaftar dengan Nomor 142/Pdt.G/2020/PN Smr (persidangan sedang berlangsung).
Namun anehnya oknum polisi yang terdiri dari 12 orang tergugat justru dilindungi Institusi kepolisian RI yang diberi ijin oleh Ketua Pengadilan Negeri Samarinda dengan mengabaikan Yurisprudensi putusan Mahkamah Agung Nomor 305 K/Sip /1971.
Maka persoalan hukum tersebut masuk ke Pengadilan PTUN dengan Presiden sebagai Tergugat 1 karena dianggap lalai menjaga intergritas Intitusi dan lembaga Negara berdasarkan UUD 1945 dalam kehidupan berbangsa dan Bernegara berdasarkan PANCASILA.
Hanry Sulistio menambahkan sekarang hukum kita sedang diuji, jangan sampai hukum malah kalah dengan Penguasa , dan mencederai kepercayaan Masyarakat terhadap Lembaga Yudikatif.
“Kami berharap Hukum Tetap menjadi Panglima Tertinggi di Negeri Ini.”tangkasnya. (Fran)