Mengenal Tradisi Laliq Ugaal Adat Dayak Bahau, Mengharap Berkah Dari Hasil Cocok tanam

Tarian Hudog, salah satu dari prosesi ritual Laliq Ugaal masyarakat adat Dayak Bahau, Desa Tukul, Kecamatan Tering, Kutai Barat

KUTAI BARAT – Minggu (15/11/20) dini hari. Para tetuah adat desa Tukul, kecamatan Tering, Kutai Barat, masih terjaga. Mulai dari pria dan wanita sedang melangsunkan ritual Yang alam. Memanggil roh yang untuk membasmi atau mebersihkan segala marabahaya dari kampung tersebut.

Sambil bersahutan, dengan nada melow, tetua adat itu melantunkan nada berisi sejarah perjalanan roh yang hingga tiba di Kampung adat itu, menggunakan bahasa Dayak Bahau asli. Dalam keyakinan mereka, Roh leluluhur berada di lapu ayaq, terletak di Hulu Mahakam dari gunung tinggi.

“Jadi kalau dalam ritual ini ada sejarahnya, dari gunung yang mereka tempat tinggal disana, mereka turun kesini ketika kita panggil, semacam rumah roh leluhur,”kata Avun, Sekretaris Adat Desa Tukul menceritakan proses ritual adat yang tengah berlangsung kala itu.

Yang alam merupakan salah satu dari 24 rangkaian tradisi laliq ugaal masyarakat adat Dayak Bahau dari kampung Tukul. laliq ugaal digelar setelah tanam padi. Berlangsung saat padi berusia satu hingga dua bulan. Digelar selama 15 hari. Ritual ini bertujuan agar tanaman padi yang ditanam bisa tumbuh subur dan terhindar dari gangguan hama.

Sebagai masyarakat adat yang hidup dengan bercocok tanam. Proses sakral ritual laliq ugaal dipercaya menentukan tumbuh suburnya tanaman mereka. Secara turun temurun, laliq ugaal digelar sekali dalam setahun. Saat masa tanam tiba.

Untuk menentukan dimulainya laliq ugaal , masyarakat kampung Tukul memiliki perhitungan sendiri. Mereka mengenal sistem nukal. Penentuan hari dengan memperhatikan matahari.

“Kalau dalam Islam itu dikenal dengan hilal, dalam tahapan Nukal, artinya laliq ugaal tengah dimulai. Jadi itu awal mula perencanaan untuk laliq ugal,”ungkapnya.

Setelah itu, proses selanjutnya adalah melaksanakan Alakkup Murip. Tahapan ini dengan mempersiapkan peralatan ritual. Lalu digelar ritual numbaq. Menombak-nombak tanah didepan rumah hingga keujung kampung. Hal ini dilakukan untuk mengusir roh-roh jahat didalam kampung.

“Jadi kita buat laliq ugaal itu harus bersih, kita mengusir roh-roh jahat,”terang Avun.

Alakkup Murip digelar tengah malam. Saat masyarakat mulai terlelap. Dalam prosesnya, ritual ini tidak bisa dilihat oleh siapapun. Apalagi anak-anak. Bagi masyarakat Dayak Bahau ini ada pantangan khusus sehingga tak boleh satupun, selain yang menggelar ritual untuk menyaksikan itu.

Zaman dulu kata Avun, kepercayaan terhadap wujud roh itu memiliki bentuk yang jelek. Roh bisa saja sekali waktu merasuki tubuh manusia. “jangan sampai yang mereka lihat itu bukan wujud manusia tetapi roh-roh itu. Dilarang bukan karena ada sanksinya, tetapi ketika anak-anak ini melihat wujud lain dari kita (manusia), itu mereka bisa jatuh sakit, semacam keteguran, makanya anak kecil tidak boleh sama sekali, bahkan rata-rata ketakutan saat melaksanakan itu,”jelasnya.

Kemudian pada prosesi selanjutnya, adalagi dikenal ritual nawah. Membuat api unggun pada subuh hari, prosesi ini mengandung makna memanggil semangat agar padi itu seperti api tumbuhnya, semangat dan berkobar agar padinya tumbuh subur.

Singkat dari segala proses laliq ugaal, tiba pada proses ritual tabeqrau. Puncak dari ritual laliq ugaal. Yaitu memanggil seluruh tamu undangan. Menggunakan gong sambil menari-nari dengan mengelilingi kampung. Ritual ini dilaksanakan pada pagi hari.

“nanti sore harinya baru digelar tarian Hudoq, itu sambil makan-makan bersama”beber Avun. (Fran)