Nasional – Sejumlah organisasi yang tergabung dalam koalisi masyarakat sipil melaksanakan survei dalam skala nasional tentang pelecehan seksual di ruang publik. Hasilnya, pakaian terbuka bukan menjadi penyebab utama perempuan menjadi korban pelecehan seksual.
Beberapa Organisasi yang lakukan Survei diantaranya dari Hollaback! Jakarta, perEMPUan, Lentera Sintas Indonesia, Perkumpulan Lintas Feminis Jakarta, dan Change.org Indonesia.
Disebutkan bahwa rata-rata perempuan yang menjadi korban pelecehan seksual menggunakan pakaian tertutup saat mengalami pelecehan seksual.
“Top 3 baju yang mereka (perempuan) pakai adalah ada rok/celana panjang (18%), baju lengan panjang (16%). Ini membantah sama sekali (ucapan) ‘salah sendiri nggak pakai baju sopan’. Kita punya data sendiri 17% itu korbannya memakai hijab, ini sama sekali bukan masalah baju,” begitu kata Peneliti Lentera Sintas Indonesia, Rastra, saat jumpa pers di Kekini, Jalan Cikini Raya, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (17/7/2019). seperti Di kutip dari website detik.com.
Survei ini dilakukan kepada 62.224 responden dari berbagai latar belakang sosial. Dari analisis data responden tersebut, diketahui waktu kejadian pelecehan seksual juga banyak terjadi di siang hari. Mayoritas korban mengaku mengalami pelecehan secara verbal, seperti komentar atas tubuh korban.
“Ini juga membantah mitos-mitos bahwa kekerasan seksual di malam hari. Faktanya adalah pelecehan seksual paling banyak terjadi di siang hari (35%), diikuti sore (25%), baru malam (3%), dan pagi (16%). Kita ingin menunjukkan pelecehan seksual bisa terjadi kapan saja,” kata Rastra.
“Bentuknya apa saja? Secara general ini paling banyak verbal di tempat umum, seperti komentar atas tubuh (60%), kemudian fisik sudah ada yang menyentuh tubuh (24%), digesek, diintip, difoto, dan visual dilihat dalam waktu lama (15%),” sambung Rastra.
Temuan lain adalah reaksi para saksi saat pelecehan seksual terjadi di ruang publik. Korban mengaku banyak saksi yang mengabaikan (40%), bahkan ada yang menyalahkan korban (8%). Namun banyak juga yang membela korban (22%) dan berusaha menenangkan korban (15%).
Rastra mengatakan, dari hasil survei ini, perempuan cenderung lebih besar berpotensi dilecehkan di ruang publik. Sedangkan untuk laki-laki cenderung lebih kecil.
“Dari hasilnya, intinya singkatnya adalah 3 dari 5 perempuan pernah mengalami pelecehan di ruang publik dan 1 dari 5 laki-laki pernah mengalami pelecehan di ruang publik. Logic-nya adalah perempuan mempunyai kecenderungan pernah mengalami pelecehan di ruang publik 13 kali lebih besar dari laki-laki,” tutup Rastra. (esc)