BERI.ID – Ketua Komisi IV DPRD Kota Samarinda, Novan Syahronny Pasie, menilai langkah konkret Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Samarinda untuk menertibkan harga perlengkapan sekolah hanya bersifat solusi jangka pendek.
Selain itu, ia juga menyampaikan soal bukan hanya perlengkapan sekolah yang dikeluhkan, tetapi juga adanya tes IQ dan asuransi yang dilaporkan juga masih ditemui dilaksanakan di sekolah.
Penetapan harga standar saja ditegaskannya belum cukup tanpa intervensi kebijakan yang lebih menyeluruh.
“Itu langkah antisipasi jangka pendek. Untuk jangka panjangnya, kami mendorong agar tahun 2026 sudah ada mekanisme subsidi dari pemerintah, terutama untuk seragam batik dan seragam olahraga,” ungkap Novan, Senin (21/7/2025).
Lanjutnya, hasil survei Disdik menunjukkan sejumlah harga seragam sekolah di koperasi memang melebihi batas kewajaran.
Di tengah tekanan ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, kondisi itu menjadi beban tambahan bagi orang tua siswa, terutama dari kelompok menengah ke bawah.
“Hari ini masyarakat sedang tidak baik-baik saja secara ekonomi. Kenaikan harga barang dan inflasi membuat pengeluaran untuk kebutuhan sekolah terasa berat. Maka peran pemerintah harus lebih hadir, tidak bisa hanya pasif,” ujarnya.
Novan mengapresiasi langkah Disdik yang menetapkan pedoman harga sebagai acuan koperasi sekolah.
Ia menjelaskan bahwa standarisasi harga ini mengacu pada rata-rata harga di pasaran untuk item seragam seperti baju atasan, rok, dan celana panjang, tergantung pada kualitas bahan yang digunakan.
Meskipun kualitas bisa berbeda antar sekolah, tetap harus ada batas atas yang tak boleh dilanggar.
“Kita tidak bisa menyamaratakan harga semua sekolah, karena jenis bahan berbeda. Tapi minimal, harganya jangan terlalu jauh melampaui harga umum di pasaran. Di situlah fungsi standarisasi,” jelasnya.
Lebih jauh, Novan juga menyoroti bahwa polemik seragam sekolah tahun ini menjadi besar karena adanya keluhan masyarakat terkait berbagai komponen biaya di luar seragam.
Beberapa item seperti tes IQ, asuransi, dan buku tambahan dengan harga yang tidak transparan justru menjadi pemicu utama.
“Masalahnya bukan hanya seragam. Yang paling banyak dikeluhkan itu tambahan-tambahan seperti tes IQ dan asuransi. Item ini yang sebenarnya lebih memberatkan. Maka kita minta sekolah tidak menambahkan biaya tanpa dasar yang jelas,” tegasnya.
Ia juga mengakui bahwa persoalan serupa sebenarnya terjadi hampir setiap tahun, namun kurang mendapat perhatian karena tidak viral atau tak diangkat ke permukaan.
Tahun ini berbeda, karena tekanan ekonomi dan pengawasan publik yang meningkat.
Komisi IV, kata Novan, akan terus mendorong agar ke depan tidak hanya ada regulasi harga koperasi, tetapi juga skema subsidi untuk seragam sekolah yang bersifat wajib, sebagai bentuk kehadiran negara meringankan beban pendidikan.
“Kalau negara serius hadir dalam pendidikan, maka yang seperti ini harus jadi prioritas. Pendidikan itu hak, jangan dibebani lagi dengan biaya-biaya tak masuk akal,” pungkasnya. (lis)