Pengusaha RM Bingung, Omzet Rp 1 Juta Kena Pajak

BONTANG – Sebentar lagi jumlah wajib pajak sektor kuliner di Kota Taman diprediksi akan meningkat siknifikan, pasalnya seluruh fraksi di DPRD Bontang telah setuju pemberlakuan wajib pajak akan diberlakukan bagi usaha kuliner dengan omzet penjualan minimal mencapai Rp 1 juta.
Regulasi tersebut membuat sejumlah pemilik usaha rumah makan (RM) di Kota Taman mengeluh. Mereka bahkan kaget, karena bila perda tersebut ditetapkan sama halnya seluruh pelaku usaha kuliner akan menjadi wajib pajak.

“Bohong rasanya jika ada warung, rumah makan, restoran yang mengatakan omzet mereka dibawah Rp 1 juta perbulan. Itu artinya seluruh usaha kuliner akan jadi wajib pajak baru,” keluh salah satu pemilik RM di Jalan A. Yani, Darman. Sabtu 22 juli 2017.

Lebih lanjut Darman mengungkapkan sebagai pelaku usaha kecil ia mengaku mengerti tujuan aturan tersebut pasti baik, demi meningkatkan pendapatan daerah dan bentuk sumbangsih pelaku usaha untuk kemajuan Kota. 

Namun menurutnya, hal tersebut akan berpengaruh langsung dengan harga. Sebab post pengeluaran lain tak memungkinkan untuk di utak-atik. 

“Saya masih bingung entar penerapannya seperti apa, tapi rasa-rasanya bila diberlakukan akan dibebankan ke pembeli. Seperti di restoran gitu ada ppn nya,” ujarnya. 

Lebih jauh dia juga berharap, penetapan pajak RM dan restoran di Bontang tidak disamakan dengan kota lain yang berkembang. Kata dia, kondisi perekonomian Bontang berbeda dengan kota-kota lain di provinsi Kaltim. 

“Ekonomi benar-benar lagi lesu, semoga tidak bertambah lesu. Bontang ngak bisa disamakan dengan Balikpapan atau Samarinda,” ucapnya. 

Ia berharap, ada dialog publik atau sosialisasi kepada pelaku usaha mengenai hal ini, sehingga bisa lebih saling mengerti. “Kalau hitungannya hanya omzet Rp 1 juta pasti banyak yang kena, tapi pernah ngak pemerintah tau berapa jumlah beban hutang pelaku usaha,” cetusnya. 

Ia membenarkan bahwa belakangan ini usaha dibidang kuliner di Kota Taman lagi ramai. Seperti rumah makan, cafe, kantin, restoran dan bar. Namun mayoritas itu korban PHK dan susahnya cari kerja, dan rata-rata memiliki hutang modal, jadi menurutnya jangan hanya liat omzet tapi lihat juga beban kewajibannya. 
Sebelumnya, dalam rapat paripurna DPRD Bontang, jum’at (21/7). Lima fraksi menyetujui usulan Raperda Perubahan Kedua atas Perda Nomor 9/2010 Tentang Pajak Daerah. Yang salah satunya mengatur tentang pajak RM dan restoran. 

Dalam laporannya yang dibacakan Suwardi Sekertaris Komisi II mengatakan, selama ini aturan yang mengatur objek pajak restoran dianggap terlalu kecil. Pelaku usaha kuliner yang dikenakan yakni, restoran beromzet Rp 100 ribu per bulannya. Ketentuan ini dianggap tidak relevan dengan kondisi sekarang.

Menurut dia, rata-rata pelaku usaha kuliner di Bontang tentu memiliki omzet di atas Rp 1 juta setiap bulannya. Sebab, pengaruh inflasi, dan faktor ekonomi lainnya.

Untuk itu, perlu dilakukan perubahan atas wajib pajak. Hasil pembahasan Komisi II dengan Tim Asistensi Pemerintah disepakati, bahwa wajib pajak yang dikenai pajak restoran yakni, rumah makan dengan omzet penjualan sebesar Rp 1 juta per bulannya. (and)