Perempuan Penggerak Utama Pasar, Rawan Pelecehan Dan Diskriminasi

SAMARINDA – Perempuan bisa disebut sebagai kekuatan besar dalam pembangunan ekonomi. Pasar tradisional misalnya, yang tumbuh sebagai pondasi dasar ekonomi Nasional di dominasi perempuan, baik sebagai pedagang pasar, pembeli atau pengunjung, bahkan pekerja di dalam pasar.

Sebagai pelaku utama jalan nya pasar, beban ganda serta streotipe terhadap manusia berjenis kelamin perempuan di dalam pasar jadi persoalan yang sepintas lalu untuk mereka. Mendominasi secara jumlah ternyata tidak mampu menjauhkan perempuan dari yang namanya pelecehan seksual.

dprdsmd ads

Pasar Pagi Kota Samarinda misal nya, tak main-main jumlah perempuan yang setiap hari nya melakukan transaksi jual beli. Dari ratusan lapak dan kios yang berjejer di empat lorong utama lantai dasar dan lantai 2 pasar ini, dengan jumlah 10 lapak persisi lorong nya, 90 % pedagang di lapak tersebut adalah perempuan.

Setiap hari nya masing-masing lapak dengan berbagai jenis dagangan mulai dari, buah, sayur, sembako, pakaian hingga perabotan rumah tangga serta pedagang emas, perharinya rata-rata lapak mereka di hampiri kurang lebih 10 – 15 pengunjung berjenis kelamin perempuan.

Jika di hitunng rata-rata normatif pengunjung saja, artinya dari delapan lorong utama di pasar ini, setiap hari nya ada 800 orang pengunjung yang 80 % nya adalah perempuan. “Iya disini memang banyak sekali perempuan dari lantai satu,lantai dua,” sebut Rahma salah satu penjual pakaian di pasar pagi.

Hal senada juga di sampaikan, Ati penjual alat perabot rumah tangga menyebut banyak perempuan sebayanya adalah pelaku pasar “teman saya itu ada dilantai dua, kalian bisa lihat samping kiri kanan jualan saya juga perempuan,” ujar Ati.

Begitu pula komposisi yang ada di pasar Ijabah di jalan antasari, dari 50 lapak yang di pantau beritainspirasi.info (7/3/18), mulai dari jalan masuk pasar hingga ujung poros pasar, hanya 4 orang lelaki yang menjajakan dagangannya. Artinya 46 lapak dengan berbagai jenis dagangan di kelola perempuan.

Suriati penjual Sayuran menyebut hampir semua disekitarnya adalah perempuan “disini laki-laki hanya didepan saya dan yang ada dipojok sana,” pungkas nya.

Pandangan menilai lemah terhadap kemampuan perempuan, tak berbanding lurus dengan kenyataan yang ada di pasar tradisional ini, hitung saja dengan jumlah setiap hari nya ratusan, perempuan yang bertransaksi di pasar tradisional dan pusat belanja lainnya. Secara kolektif gender mereka mampu meningkat kan perekonomian.

Bahkan ketika kita lihat lebih dalam, hampir semua pelaku pasar perempuan ini memiliki beban ganda. Selain dia perempuan penjaga lapak, dia juga yang mengurusi rumah tangga. Baik yang berstatus sudah menikah ataupun yang belum menikah. Atau hal itu biasa di sebut urusan domestik.

Namun hal ini cenderung di maklumi oleh perempuan, karena semacam kegiatan reguler yang di lakukannya secara berulang-ulang. Seperti yang di ungkapkan oleh Suriati salah seorang pedagang pasar, yang secara reguler melakukan pekerjaan rumah tangga sebelum pergi ke pasar. Dan itu di lakukan mulai dini hari, karena pukul 05.00 wita setiap hari nya Suriati sudah harus berada di pasar.

“Itu jalan beriringan aja, urusan rumah tangga dengan jualan. Ya gak juga berat amat, cuman kan namanya kita perempuan, fokusnya mikirin itu aja bagaimana jualin dagangan setelah urusan rumah tangga,” Ujar Suriati

Begitu juga dengan Rahma, “Kalau kendala ya banyak juga, soalnya kan kerjaan kita bukan disini doang selain urusan dirumah, ya berat aja untuk bagi waktunya, cuman pinter-pinter bagi waktu aja,” Sebut perempuan yang juga pedagang pasar.

Hal lain yang tidak bisa dipungkiri juga, dari tata nilai sosial yang selalu mendudukan perempuan pada posisi yang lemah dan ditempatkan sebagai subordinasi yang harus dikuasai, sehingga sering kali pelecehan seksual terjadi di keramaian pasar.

“Aduhh kalau begitu sering kita lihat, kalau dipasar kan pembelinya itu campur aduk, kadang tiba tiba kita dengar perempuan teriak karena diganggu, iya namanya pasar ada aja yang terjadi,” papar Ati.

“Kadang kalau sengol-sengolan kan kita gak tau, kalau kita perempuan ya kadang risih juga,”sebutnya Rahma. (Fran)

Perempuan dan Pasar