BERI.ID – Wali Kota Samarinda Andi Harun, melontarkan kritik tajam terhadap pernyataan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kalimantan Timur yang menyebut Kota Tepian sebagai salah satu daerah dengan pengelolaan sampah terburuk.
Tak hanya membantah tudingan tersebut, ia juga menilai pernyataan itu keliru, tidak berdasar, dan tidak mencerminkan etika dalam tata kelola pemerintahan yang baik.
Disampaikan Andi Harun, tudingan DLH Kaltim seolah menafikan berbagai progres signifikan yang telah dicapai Samarinda dalam mentransformasi sistem pengelolaan sampah.
Ia menyebut, Menteri Lingkungan Hidup, yang beberapa waktu lalu melakukan kunjungan kerja ke Samarinda, justru menyatakan bahwa kota ini adalah yang paling siap di Kaltim, dalam upaya peralihan dari metode open dumping menuju sanitary landfill.
“Jadi kalau masih ada pejabat daerah yang menyebut kami kota dengan pengelolaan terburuk, saya anggap itu bentuk ketidaktahuan dan pengabaian terhadap kerja keras aparatur kami,” tegas Andi Harun, di Kantor DPRD Samarinda, Rabu (9/7/2025).
Ia menjelaskan, surat teguran dari Kementerian LHK tentang larangan praktik open dumping tidak hanya ditujukan kepada Samarinda, melainkan kepada seluruh kabupaten dan kota di Indonesia.
Oleh sebab itu, framing seolah hanya Samarinda yang mendapat teguran dinilainya sangat menyesatkan dan berpotensi mencoreng reputasi daerah tanpa dasar objektif.
“Semua daerah menerima surat itu. Menyudutkan kota ini dengan narasi seolah-olah hanya kami yang melanggar adalah bentuk disinformasi yang tidak sehat,” ujarnya.
Lebih jauh, Andi Harun menilai, jika ada kekurangan atau kendala yang perlu dikoreksi, mestinya DLH Kaltim bersikap membina dan mengayomi, bukan malah melontarkan pernyataan yang kontraproduktif.
Andi Harun juga mengaku marah dan kecewa atas pernyataan tersebut karena telah meremehkan kerja keras pegawai ASN dan non-ASN Pemkot Samarinda yang selama ini berjuang di lapangan.
“Ratusan petugas kebersihan kami bekerja siang malam menghadapi masalah sampah. Ketika kerja keras mereka dicibir oleh orang yang bahkan tak tahu dinamika teknis di lapangan, itu sangat menyakitkan,” tegasnya.
Sebagai bentuk komitmen serius, Pemkot Samarinda telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp28 miliar pada APBD 2025, untuk membangun Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) dan pengadaan insinerator di 10 kecamatan.
“Anggaran Rp28 miliar itu bukan wacana. Itu bukti konkret bahwa Pemkot serius menangani persoalan sampah. Saat ini TPST sedang dalam proses pembangunan, dan pengadaan insinerator pun telah dimulai,” jelasnya.
Wali Kota juga mengingatkan bahwa upaya memperbaiki sistem pengelolaan sampah adalah proses panjang yang membutuhkan dukungan lintas sektor, bukan sekadar kritik dari balik meja. Ia berharap Pemerintah Provinsi bisa bersikap sebagai mitra pembina, bukan sekadar pengawas.
“Kita perlu sinergi, bukan saling menjatuhkan. Pemkot terus bekerja, dan kami terbuka jika ada saran konstruktif. Tapi jangan abaikan kerja keras kami dengan komentar sepihak,” tandasnya.
Sebelumnya, dalam laporan resmi Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kalimantan Timur yang dirilis Senin (23/6), Samarinda tercatat sebagai satu dari lima daerah dengan sistem pengelolaan sampah terburuk di provinsi ini.
Kepala DLH Provinsi Kaltim, Anwar Sanusi menerangkan, Samarinda bersama empat daerah lainnya masih menggunakan sistem open dumping atau pembuangan terbuka. Padahal, metode ini telah dilarang oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sejak lama, karena dinilai merusak lingkungan dan tak berkelanjutan.