BERI.ID – Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda, Marnabas Patiroy, menyatakan bahwa pemanfataan drone pertanian senilai hampir Rp200 juta, dari Bank Indonesia (BI), mulai dioperasikan kepada lima kelompok tani, di kawasan Pelita 6 Sambutan dengan cakupan lahan sekitar 140 hektare.
Kelompok Tani yang menjadi penerima manfaat itu diantaranya Kelompok Tani Berkat Usaha, Agrowisata, Pelita Berkat Mandiri, Bina Usaha, dan Rahmat Abadi
Langkah ini dilakukan untuk menggenjot mekanisasi pertanian sebagai bagian dari strategi jangka panjang menjaga ketahanan pangan dan menekan inflasi.
“Ini untuk menekan inflasi dan meningkatkan produksi pangan lokal. Biasanya memupuk 1 hektare butuh 5 sampai 6 jam, sekarang cukup 10 menit dengan drone. Ini lompatan besar,” ujar Marnabas saat dikonfirmasi, Jumat (18/7/2025).
Selain drone, bantuan juga mencakup 4 traktor, 1 genset, dan 1 John Deere. Namun untuk tahap awal, penggunaan alat modern ini masih terbatas pada kelompok tani tertentu di kawasan Sambutan.
Produksi Masih Tertinggal
Meski bantuan sudah mulai mengalir, Marnabas mengakui bahwa produktivitas pertanian Samarinda masih tertinggal dibanding rata-rata nasional.
“Saat ini kita baru 4,2 ton per hektare. Nasional sudah 5,7 ton. Jadi, teknologi ini diharapkan bisa menutup kesenjangan produksi,” jelasnya.
Drone yang digunakan memiliki kapasitas tangki hingga 25 liter, dan mampu menjangkau satu hektare hanya dalam waktu 10 menit.
Selain efisiensi tenaga kerja, teknologi ini juga mampu meningkatkan akurasi penyebaran pupuk dan pestisida.
“Penyemprotan jadi lebih merata dan tepat sasaran. Ini tentu berdampak langsung pada hasil panen,” tambahnya.
Namun di balik kecanggihan teknologi, tantangan klasik, yakni perawatan, masih menghantui.
Oleh karenanya, Marnabas menyebut bahwa perawatan drone dan alat lainnya harus menjadi perhatian serius.
“Beli gampang, rawat susah. Jangan sampai semangat di awal, lalu alat rusak tidak terpakai. Kami akan koordinasi dengan Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan soal mekanisme perawatan dan tanggung jawabnya,” tegasnya.
Ia juga menyinggung rencana pelatihan operator drone yang telah dijalankan untuk memastikan penggunaan tepat sasaran.
“Sudah ada petani yang dilatih khusus di kelompok. Jadi tidak semua bisa mengoperasikan,” ujarnya.
Sambutan Jadi Proyek Percontohan
Menariknya, kelompok tani Sambutan juga akan dikembangkan sebagai model koperasi berbasis pertanian modern melalui Koperasi Merah Putih.
Rencananya, koperasi ini akan dilaunching sebagai koperasi percontohan se-Kalimantan Timur, langsung oleh Gubernur dan disaksikan Presiden melalui Zoom.
“Senin nanti akan diresmikan sebagai koperasi percontohan. Harapannya, koperasi ini bisa mengelola distribusi pupuk, alat, dan produksi agar lebih mandiri dan berkelanjutan,” terang Marnabas.
Pemkot Samarinda juga sedang mengidentifikasi kelompok tani lain di Samarinda Utara untuk memperluas cakupan bantuan teknologi pertanian ini.
Biaya Awal Drone Cukup Tinggi
Ketika disinggung terkait biaya awal drone yang cukup tinggi, Marnabas menegaskan bahwa penerapan drone agriculture bukan soal mahal atau murah, tapi bagaimana teknologi ini mampu mendongkrak produksi petani.
“Kita ini kan kalau pemerintah itu kan bukan melihat harga. Drone bisa menghemat tenaga kerja, sebaran pupuk jadi lebih merata, dan otomatis hasil panen meningkat, itu yang kita lihat,” terangnya.
Ia optimis, pendekatan berbasis teknologi akan membawa Samarinda keluar dari ketergantungan pada metode tradisional yang tidak lagi efisien dalam kondisi iklim ekonomi saat ini.
Ini Keuntungan dan Kerugian Pemanfaatan Drone Pertanian
Teknologi drone dinilai mampu meningkatkan efisiensi dan presisi dalam kegiatan pertanian, mulai dari penyemprotan pestisida, pemupukan, hingga pemetaan lahan secara real time. Petani tidak lagi mengandalkan metode konvensional yang memakan waktu, tenaga, dan biaya tinggi.
Drone juga dilengkapi kamera multispektral untuk memantau kondisi tanaman dan kelembaban tanah. Membantu deteksi dini serangan hama, penyakit, atau kekeringan.
Meski investasi awal tinggi, biaya jangka panjang untuk penyemprotan dan tenaga kerja bisa ditekan. Drone ini juga memberikan data real-time untuk pengambilan keputusan berbasis fakta, seperti kebutuhan pemupukan spesifik lahan.
Sementara itu, kerugiannya adalah biaya awal yang tinggi, tidak semua kelompok tani mampu membelinya tanpa subsidi atau bantuan pemerintah.
Penggunaan drone juga membutuhkan pelatihan khusus agar tidak menimbulkan kecelakaan atau kerusakan alat. SDM di tingkat petani umumnya belum familiar dengan teknologi ini.
Drone juga ketergantungan pada Cuaca dan Sinyal GPS. Operasi drone terganggu saat hujan, angin kencang, atau gangguan sinyal. Di daerah dengan sinyal GPS lemah, pemetaan bisa tidak akurat.
Perawatan pada drone juga sangat dibutuhkan, risiko kerusakan cukup tinggi, sebab drone memerlukan perawatan berkala dan suku cadang. Kerusakan akibat jatuh atau korsleting dapat memicu biaya tambahan tinggi. (lis)