Beri.Id, SAMARINDA – Universitas Mulawarman kembali menuai polemik diawal tahun ajaran 2019/2020. Penyebabnya adalah lahirnya beberapa keputusan dari rektorat Unmul yang dinilai oleh kalangan mahasiswa menyalahi aturan Undang-Undang, serta menjauhkan Universitas Mulawarman dari cita-cita mulianya untuk turut serta mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan akses pendidikan yang seluas-luasnya.
Rabu (17/7/19) Rektorat Unmul digeruduk ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mulawarman Bersatu. Unjuk rasa yang dilakukan sebagai bentuk penolakan mereka terhadap beberapa kebijakan diantaranya pemberlakuan pembayaran uang pangkal atau SPI untuk beberapa fakultas, pungutan untuk pengambilan jaket almamater serta memperjelas sistem validasi Bidikmisi.
Menanggapi aksi mahasiswa, Masjaya, rektor Universitas Mulawarman menjawab satu persatu dari tuntutan Aliansi Mahasiswa Bersatu.
“Almamater selama ini ditanggung oleh kampus, baru tahun ini kita terapkan pengambilan berbayar, tetapi itu juga tidak wajib. Tetapi nanti kami coba diskusikan lagi, jika memang ada cela maka kita akan hapus aturan itu,” ucapnya
“Untuk uang pangkal yang kita berlakukan tidak kepada seluruh fakultas, hanya beberapa fakultas saja,itupun telah melalui diskusi dengan BEM serta orangtua mahasiswa. Uang pangkal diberlakukan bagi fakultas yang kita anggap perlu ada pengembangan. “Lanjut Masjaya menjawab, dihadapan pengunjuk rasa.
Dirinya juga Saya mempersilahkan mahasiswa ikut mengkaji terkait SPI ini di fakultas. Jika ada yang perlu dibenahi, agar disampaikan.
“Seperti yang terjadi di Fakultas Pertanian, tadinya ada uang pangkal tetapi karena beberapa pertimbangan maka pemberlakuan SPI di Fakultas Pertanian kami batalkan” ucapnya lagi.
Selain menjawab tuntutan mahasiswa, Masjaya juga menepis anggapan bahwa kampus Unmul tidak berpihak pada rakyat miskin.
“Tadi Unmul dibilang tidak pro terhadap rakyat miskin, saya jawab bahwa selama ini mahasiswa Unmul selain disubsidi melalui BOPTN dari Pemerintah Pusat, disubsidi juga lewat Bidikmisi, dari 5000 mahasiswa yang diterima Unmul tahun ini, 1.400 mahasiswa masuk lewat jalur bidikmisi, mereka tidak lagi membayar melainkan dibayar untuk kuliah” ujarnya.
Ditempat terpisah, menanggapi pernyataan Rektor Unmul, Andi Muhammad Akbar, Mantan Presiden BEM FISIP UNMUL menyatakan bahwa jawaban yang disampaikan oleh Rektor Unmul tidak lantas membuat mahasiswa bernafas lega, apalagi rektor hanya menjawab secara teknis saja, sementara yang menjadi persoalan utama pendidikan saat ini, utamanya Perguruan Tinggi adalah spirit komersialisasi pendidikan yang kemudian mencekik leher mahasiswa.
“Jawaban rektor sifatnya teknis dan hal itu akan terus berulang setiap tahun jikalau persoalan ini tidak dibenahi dari akarnya. Persoalan utama kita adalah ingkarnya negara terhadap cita – cita mencerdaskan kehidupan bangsa yang secara jelas menjadi tugas yang sudah diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945,” bebernya
Lebih lanjut Ia menjelaskan bahwa Negara sudah lari dari tanggung jawab. Perguruan Tinggi didorong untuk mengelola keuangannya sendiri, efeknya turun ke mahasiswa dengan meningkatnya biaya kuliah.
“Penerapan pengelolaan keuangan mandiri oleh Perguruan Tinggi kemudian diperparah dengan watak birokrasi kita yang menjadikan itu celah untuk meraup keuntungan dengan dalih pendidikan yang berkualitas, apalagi ditambah dengan tidak adanya transparansi penggunaan anggaran yang sedari dulu sudah menjadi tuntutan” ungkap Akbar yang saat ini menjabat sebagai Biro Agitasi dan Propaganda DPC GMNI Kota Samarinda.
Menurutnya Ditengah situasi kemiskinan dan pengangguran yang semakin meluas, tentu berpengaruh pada akses pendidikan yang jikalau mahal akan mengurangi bahkan menghalangi akses pendidikan bagi masyarakat yang memiliki kemampuan ekonomirendah.
Kebijakan yang dikeluarkan Rektor unmul bukanlah sesuatu yang akhirnya memberikan solusi atas persoalan tersebut tapi justru juga mengiyakan logika yang hari ini terkontruksi bahwa jikalau pendidikan ingin berkualitas maka konsekuensinya bahwa pendidikan harus mahal.
Sementara jika kita melihat bahwa sistem pendidikan dibeberapa negara justru memberikan kemudahan akses pendidikan, tidak memberatkan rakyatnya dan hasilnya tetap punya kualitas pendidikan yang mumpuni.
“Universitas Mulawarman sebagai universitas tertua dan terbesar di Kalimantan Timur harusnya menjadi pusat pendidikan yang memberikan akses seluas-luasnya bagi rakyat, bukan justru menjalankan praktik komersialisasi pendidikan,” kata Akbar
Unmul sebagai PTN harusnya bicara soal pendidikan yang lebih ilmiah dan dapat diakses oleh semua orang” “Tetapi kami sadar bahwa apa yang diperjuangkan hari ini memang tidaklah mudah, maka dibutuhkan solidaritas dari kawan-kawan mahasiswa karena pendidikan murah yang berkualitas tidak akan lahir sebagai hadiah Negara atau hadiah dari kampus, melainkan akan bisa terwujud jikalau kita semua mengambil peran untuk memperjuangkan itu. Kemenangan-kemenangan kecil dari gerakan mahasiswa mestinya menjadi pelecut semangat untuk kita terus berjuang mewujudkan cita-cita pendidikan yang sudah diamanatkan oleh Konstitusi.” tutupnya (As)