SBSI 1992 Apresiasi Sikap Demokrat Tolak RUU Omnibus Law

SAMARINDA – Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 (SBSI) Kalimantan Timur beri apresiasi pada Partai Demokrat yang menolak Rancangan Undang- Undang (RUU) Omnibuslaw Ketenagakerjaan.

Hingga saat ini RUU itu mendapat penolakan dari berbagai Serikat Buruh yang ada di Indonesia.

dprdsmd ads

Sekertaris SBSI Kaltim, Sultan mengatakan hingga saat ini pun hampir seluruh serikat buruh dari pusat hingga ketingkat daerah sepakat menolak dengan tegas rancangan UU Omnibuslaw ketenagakerjaan.

Dirinya menyebutkan sikap arogansi pemerintah dan DPR RI sudah tidak berpihak lagi pada masyarakat terutama para pekerja buruh di Indonesia.

“Saya mengikuti perkembangan tadi malam itu, memang ada dua fraksi yang secara tegas menolak yaitu Fraksi Demokrat dan PKS,”urai Sultan saat dikonfirmasi via whatsAap, Minggu (4/10/2020).

Fraksi Demokrat kata dia, dengan uraian secara detail pasal-pasal yang merugikan pekerja buruh dan terkait lingkungan hidup dan lain-lain. Seharusnya ada rasa keberpihakan kepada masyarakat.

Selain itu Sultan juga menegaskan, berdasarkan hasil survey bahwa yang menghambat investasi bukan karena faktor pekerja melainkan faktor perijinan yang cendrung dipersulit.

“Bukan satu-satu nya pekerja buruh sebagai penghambat investasi, yang paling dominan menghambat investasi justru pada korupsi. Akibat dari banyak korupsi ya, kita lihat sekarang paling banyak korupsi ya pejabat pemerintah dengan anggota DPR,” bebernya.

Selama ini terdapat beberapa fasilitas dan kemudahan yang didapat oleh pekerja. Salah satunya kontrak-kontrak kerja yang tidak terbatas. Menurutnya itu sudah tidak terkontrol lagi tenaga asing yang datang di Indonesia. Itu yang terutama.

Sultan mengharapkan kepada pemerintah maupun DPR RI agar ada perbaikan dalam sistem.

“Kita ingin perbaikan, tapi perbaikan mana. Kalau perbaikan dalam kesejahteraan yang lebih baik ya monggo. Tapi ini tidak mau didiskusikan dengan pihak buruh dalam pembahasan justru orang-orang yang tidak punya kepentingan yang diajak,” pungkasnya.

Sementar perwakilan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KBSI), Samsul mengatakan hal yang sama yakni bahwa klaster untuk ketenagakerjaan tidak layak untuk disahkan.

“Sebenarnya kita kalau membaca omnibuslaw itu hampir semua poin itu tidak lagi mengakomodir kepentingan buruh lebih pada kepentingan pemodal. Kita tidak bisa lagi poin mana, karena secara umum klaster ketenagakerjaan tidak ada perlindungan buruh itu sangat kecil,” urainya saat dikonfirmasi via whatsAaap.

Pihaknya sudah pesimis berharap pada parlemen karena sebagaian besar perlemen diisi oleh koalisi pemerintah. Maka pilihannya menurut dia adalah melalui tekanan massa. Tidak bisa mengharapkan kepada fraksi yang bersebrangan dengan pemerintah karena ujung-ujungnya voting pasti kalah.

“Karena memang kalah jumlah tetapi tekanan massa tetap dipilih oleh teman-teman terlepas bahwa hambatan dari pemerintah atau perlawanan, kami menghadapi kendala itu hal lain tetapi klaster itu harus ditolak,” pungkasnya.

Untuk diketahui sebelumnya pada rapat pembahasan RUU Omnubuslaw Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PKS di DPR RI secara tegas menolak adanya RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law. Ada beberapa alasan Demokrat menolah diundangkannya Omnibus Law antara lain RUU Cipta Kerja tidak memiliki nilai urgensi dan kegentingan yang memaksa di tengah krisis pandemi Covid-19.

Ketimbang melakukan perumusan dan pembahasan RUU Cipta Kerja, Partai Demokrat meminta prioritas utama negara harus diorientasikan pada upaya penanganan pandemi. Khususnya menyelamatkan jiwa manusia, memutus mata rantai penyebaran Covid-19 serta memulihkan ekonomi rakyat.

Tak hanya itu, bagi Partai yang dikomandani AHY ini pembahasan RUU Cipta Kerja tidak banyak melibatkan elemen masyarakat, pekerja dan jaringan civil society yang akan menjaga ekosistem ekonomi dan keseimbangan relasi tripartit antara pengusaha, pekerja dan pemerintah.

RUU ini juga berpotensi memberangus hak-hak buruh di tanah air. Demokrat menilai RUU ini menggeser semangat Pancasila karena mendorong ekonomi menjadi kapitalistik dan neoliberalisme.

(Fran)