SAMARINDA – PT Pertamina (Persero) melalui PHM resmi mengelola Blok Mahakam 100 % sejak 1 Januari 2018.
Imbas dari pengelolaan tersebut, Pertamina diwajibkan untuk memberikan 10% hak kelola kepada pemerintah daerah Kalimatan Timur.
Namun hingga kini belum ada kejelasan terkait jatah diberikannya deviden atas Participating Interest (PI) Balok Mahakam tersebut.
Persoalan ini pun ikut direspon pihak Karang Paci, DPRD Kaltim.
Disebutnya, belum diberikannya jatah deviden ini akan ditelusuri oleh DPRD Kaltim.
Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Kaltim Daerah (DPRD) Kaltim Muspandi mengatakan dalam waktu dekat pihaknya akan mengagendakan untuk memanggil pihak – pihak yang berkaitan dengan hal tersebut.
“Senin ini kita akan ada Rapat Banmus (Banmus), nanti kita agendakan dalam waktu dekat untuk memanggil Bapenda (Badan Pendapatan Daerah), Perusda (Perusahaan Daerah), serta pihak – pihak lain yang memang terlibat dalam pengelolaan Blok Mahakam ini”, katanya, Kamis (25/6/2019).

Muspandi juga berjanji apabila hasil pertemuan dengan pihak – pihak terkait tersebut ternyata memang benar bahwa Kaltim belum menerima haknya, maka hal tersebut akan dikejar sampai pusat.
“Kalau pun memang benar informasi ini dan memang belum diterima oleh Pemrov Kaltim berkaitan dengan Deviden ini, maka kita akan sama – sama kejar ke pusat”,katanya.
Permasalahan hak kelola 10% Blok Mahakam untuk pemerintah daerah sempat heboh akhir tahun lalu.
Ini karena pemerintah kabupaten dan pemerintah provinsi terbelah terkait porsi masing-masing atas PI 10% tersebut.
Dari porsi 10% yang diberikan, Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara hanya memperoleh 33,5%. Sedangkan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur mendapatkan 66,5%.
Angka tersebut memang lebih kecil dari kesepakatan awal antara Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Bupati Kutai Kartanegara dan Gubernur Kalimantan Timur Dalam Surat Kesepakatan Bersama Nomor 119/1844/BPPKW-A/2012 dan Nomor 541/422/TU/UM/2012.
Salah satu isi surat kesepakatan bersama itu adalah, jumlah hak kelola pihak pertama (Pemprov Kaltim) dan pihak kedua (Pemkab Kutai Kartanegara) disepakati 40% dan 60% atau jumlah lainnya yang akan ditentukan oleh pihak independen, dan disepakati para pihak.
Namun belakangan muncul beberapa aksi massa yang meminta adanya evaluasi akan angka pembagian tersebut. Nilai 33,5 ataupun 40 % untuk Kukar sebagai daerah penghasil disebut terlalu kecil dan diminta untuk pembagian secara rata yakni 50:50. (*)