Daerah  

1.700 Badan Publik diKaltim, Cuma 365 Yang Memiliki Layanan Informasi Website

Beri.id, SAMARINDA – Komisi Informasi (KI) Kaltim kembali menggelar KI Kaltim awards 2019.

Acara penganugerahan itu digelar pada, Kamis (07/11/19) di Balroom hotel Swisbel Samarinda.

dprdsmd ads

Penganugerahan ini diberikan kepada Badan Publik berdasarkan penilaian Implementasi inovasi layanan Informasi Publik via website dan aplikasi badan publik.

Komisi Informasi melakukan monitoring pada 365 website dan 50 aplikasi dari 1.700 badan publik yang dimonitor, terdapat 41 penerima web awards. mulai dari Instansi Vertikal, OPD, Kecamatan, Kelurahan, Desa, BUMD, Perguruan Tinggi Negeri dan lainnya

Ketua Komisi Informasi Kaltim Khaidir mengatakan Jika dilihat dari jumlah website yang dimonitor, saat ini terjadi peningkatan.

“dari 2018 itu jumlahnya 210, saat ini (2019) sudah meningkat lebih dari 360 website badan publik. Tapi jika dilihat jumlahnya, badan publik ada 1700 di Kaltim,” ucapnya saat dikonfimasi.

Dirinya berharap agar kedepan setiap badan publik busa memiliki media untuk mengumumkan dan menyediakan informasi publik dengan acuan UU 14 tahun 2018.

Penganugerahan ini dilakukan sebagai motivasi buat badan publik.

“Kita tidak memberikan uang atau yang lain, Lebih kepada memberikan motivasi agar kedepan lebih transparan dan terbuka terkait informasi publik yang ada di badan publik,” tutur khaidir.

Acuan dalam penilaian KI Kaltim adalah UU 14 itu, Misal, siapa kepala dinasnya, kemudian jumlah stafnya, Kemudian sepeti yang lain lada laporan pelaksanaan anggaran.

“Semisal membangun kantor, anggarannya berapa, sudah terlaksana atau belum. Anggaran yang sudah teraudit itu seperti apa. Daftar inventaris. Nah, itu yang wajib diumumkan dan disediakan secara berkala. Itu sebenarnya standar kita yang ahrus dihadir di website,”jelasnya.

Menurutnya soal Transparan tidak soal anggaran. Karena dalam UU itu APBD dan APBN wajib untuk diumumkan dan di sediakan secara berkala ke masyarakat. Mulai dari rencana, pelaksanaan sampai realisasi bahkan yang telah diaudit.

“Artinya, biar bagaimanapun itu wajib” tegasnya.

Menurutnya bicara soal digitalisasi informasi ini cukup banyak, bukan saja hanya berbicara website, tapi juga medsos.

“Kadang, yang punya website juga enggan membuka websitenya. Tantangan kedepan, kami ingin mendorong badan-badan publik, untuk bisa mengumumkan informasi publik itu di medsos. Selain Facebook, bisa di Instagram, Twitter, wa atau medsos yang lain,” tutur Khaidir.

(Jr/*)