Andi Harun Sudah Ambil Kebijakan, Tes Psikologi Tak Boleh Lagi Dilakukan untuk Siswa Sekolah 

Wali Kota Samarinda, Andi Harun. (Foto: Lisa/ beri.id)

BERI.ID – Wali Kota Samarinda, Andi Harun, teken kebijakan pemberhentian sementara seluruh aktivitas pengadaan dan penjualan perlengkapan sekolah di satuan pendidikan negeri.

Hal ini dilakukan sebagai respons terhadap meningkatnya keluhan publik soal pungutan-pungutan pendidikan yang dianggap membebani orang tua murid dan melenceng dari asas transparansi.

Dari buku kesehatan siswa yang dijual hingga Rp50 ribu, hingga tes psikologi yang dipatok Rp150 ribu, serta pungutan asuransi tanpa kejelasan manfaat, semua praktik tersebut kini ditertibkan.

Pemerintah menyatakan tidak ada lagi ruang bagi sekolah-sekolah untuk secara sepihak mengatur sendiri pengadaan yang berdampak pada biaya pendidikan.

“Semua sekolah negeri di bawah Pemkot Samarinda mulai saat ini wajib menghentikan sementara seluruh aktivitas pengadaan maupun penjualan perlengkapan siswa, termasuk melalui koperasi sekolah,” tegas Andi Harun,” Selasa (22/7/2025).

Langkah ini disertai dengan penyusunan surat edaran resmi yang akan menjadi landasan hukum tertulis bagi sekolah dalam menjalankan fungsi pengelolaan pendidikan.

Surat edaran tersebut ditargetkan terbit paling lambat 25 Juli mendatang, dan akan memuat pedoman rinci soal batasan peran sekolah dalam urusan pengadaan perlengkapan siswa.

Salah satu titik krusial yang disorot adalah praktik tes psikologi yang dilakukan sekolah terhadap siswa baru.

Ditegaskan Andi Harun, hal ini tidak hanya di luar kewenangan sekolah, tetapi juga sarat potensi pelanggaran.

“Sekolah tidak diperkenankan lagi mengadakan tes psikologi ataupun asuransi siswa. Kecuali untuk siswa usia 6 tahun yang akan masuk kelas 1 SD, itu pun bukan kewajiban sekolah. Orang tua diberi kebebasan untuk mengurusnya sendiri,” jelasnya.

Andi juga menegaskan bahwa buku kesehatan siswa yang selama ini dijual oleh sekolah, seharusnya tidak diperdagangkan sama sekali.

Buku tersebut merupakan dokumen resmi yang pengadaannya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan.

“Pemerintah akan mengadakannya melalui APBD Perubahan. Sekali lagi, tidak boleh ada jual-beli buku kesehatan di sekolah,” tegasnya.

Jenis perlengkapan siswa juga terbagi menjadi dua, yakni wajib dan opsional. Tujuannya agar orang tua murid dapat membedakan mana kebutuhan inti yang ditanggung pemerintah dan mana yang bersifat pilihan dan tidak diwajibkan.

Penataan koperasi sekolah pun menjadi sorotan. Pemerintah menilai selama ini fungsi koperasi cenderung menyimpang, berubah menjadi ladang transaksi di luar kendali hukum pendidikan.

“Operasional koperasi sekolah ke depan akan diatur lebih ketat. Harus sesuai hukum, tidak boleh membebani siswa, dan mendukung prinsip keadilan pendidikan,” ujarnya.

Andi Harun menegaskan, sekolah bukan tempat bisnis, melainkan ruang pengabdian dan pelayanan publik.

“Kami ingin menutup celah-celah penyimpangan biaya yang selama ini menghantui orang tua. Tidak boleh lagi ada beban biaya tambahan yang tidak semestinya,” pungkasnya. (lis)

Exit mobile version