Orang Tua Murid Keluhkan Sistem Jalan Satu Arah di Abul Hasan, Dishub Kukuh ke Asas Manfaat 

Kemacetan di depan SD Muhammadiyah 1 Samarinda. (Foto: Lisa/beri.id)

BERI.ID – Orang tua siswa yang bersekolah di sekitar Jalan Abul Hasan mengeluhkan penerapan sistem satu arah di Jalan Abul Hasan, bahkan menilai kebijakan tersebut tidak membawa perubahan signifikan, bahkan menambah masalah baru.

Yuni, salah satu orang tua murid di SD Muhammadiyah 1 Samarinda, mengaku heran dengan pilihan kebijakan tersebut.

Ia mengakui, jalan-jalan di Samarinda memang sempit, sementara jumlah kendaraan terus bertambah.

Namun, rekayasa lalu lintas berupa pengalihan arus dinilainya hanya memindahkan titik macet, bukan mengurai masalah.

“Saya tentu mengikuti aturan, tapi jujur ini tidak menyelesaikan apa-apa. Anak-anak jadi lebih lama menunggu, orang tua yang buru-buru ke kantor malah tambah repot. Jalan yang sempit ditambah kendaraan yang banyak, hasilnya hanya memindahkan macet ke titik lain,” terang Yuni, Jumat (26/9/2025).

Keluhan serupa datang dari Udin, warga Jalan Ulin yang setiap hari mengantar anaknya ke SDN 012 Samarinda Kota.

Sebelum aturan diberlakukan, ia bisa langsung masuk dari Jalan Abul Hasan. Kini ia harus memutar cukup jauh, yang berarti tambahan waktu dan biaya.

“Dulu aksesnya lurus saja, sekarang harus mutar panjang. Jelas terasa berat, apalagi pagi-pagi harus buru-buru. Harapan saya sederhana, kembalikan saja ke dua arah seperti semula supaya tidak menyulitkan orang tua maupun pedagang,” ucapnya.

Di konfirmasi terpisah, Dinas Perhubungan (Dishub) Samarinda tetap bersikeras bahwa kebijakan ini merupakan hasil kajian panjang.

Kepala Dishub Samarinda, Hotmarulitua Manalu, menegaskan bahwa forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) sudah membahas sejak awal 2025 tiga ruas padat, yakni Gatot Subroto, Camar, dan Abul Hasan.

Ditegaskannya, tanpa rekayasa lalu lintas, kondisi Abul Hasan hanya tinggal menunggu waktu menuju macet total.

“Di jam sibuk, level pelayanan jalan ini sudah E menuju F, artinya hampir tidak bergerak. Menambah lebar jalan nyaris mustahil karena keterbatasan ruang. Maka, opsi paling realistis adalah satu arah dengan pola parkir yang ditata ulang,” ungkap Hotmarulitua.

Dishub juga menekankan bahwa badan jalan bukan ruang parkir. Aturan mewajibkan setiap usaha memiliki lahan parkir sendiri.

“Kalau semua parkir di jalan, yang dikorbankan adalah pengguna jalan lain yang jumlahnya jauh lebih banyak. Kami ingin menertibkan agar lalu lintas benar-benar bergerak, bukan tersendat oleh parkir liar,” tegasnya.

Selain rekayasa arus, Dishub menyiapkan aturan tambahan berupa larangan kendaraan besar roda enam masuk pada pukul 06.00–21.00.

Aktivitas bongkar muat, kata Hotmarulitua, sebaiknya dilakukan malam hari atau menggunakan kendaraan kecil agar tidak mengganggu kelancaran lalu lintas.

“Tujuannya jelas untuk mengurangi antrean, menghemat bahan bakar, dan menekan polusi akibat stop-and-go. Kalau bongkar muat tetap dilakukan di jam sibuk, maka kepentingan publik yang lebih besar dikorbankan,” tambahnya.

Dishub mengklaim membuka ruang audiensi, tetapi ia mengetahui, perubahan arah kebijakan ini memang tidak akan mudah.

“Kami selalu siap mendengar, tapi orientasi utama tetap pada kepentingan publik. Tidak mungkin semua pihak puas, tapi yang kami jaga adalah manfaat terbesar untuk banyak orang,” pungkas Manalu. (lis)