Anggaran Probebaya di Kondisi Pemangkasan TKD, Andi Harun: Aman Sudah Kita Kunci

Wali Kota Samarinda, Andi Harun. (Foto: Lisa/beri.id)

BERI.ID – Kota Samarinda menjadi salah satu yang terdampak kebijakan efisiensi nasional yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 56 Tahun 2025, dengan penurunan kapasitas fiskal mencapai Rp1,3 triliun, akibat penghematan pada Dana Transfer ke Daerah (TKD).

Dengan adanya penurunan tersebut, nasib program prioritas seperti Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat (Probebaya), dipastikan Wali Kota Samarinda, Andi Harun tetap aman dan tidak akan terkena imbas pengurangan.

Ia bahkan menyatakan, Probebaya menjadi instrumen vital dalam menjaga daya tahan ekonomi masyarakat di tengah kontraksi fiskal nasional.

Program itu, kata dia, memiliki efek multiplikasi langsung terhadap ekonomi warga, dari belanja bahan bangunan hingga penyerapan tenaga kerja di tingkat RT.

“Probebaya kita sudah kunci. Uang ini akan beredar di masyarakat dan menjadi stimulan ekonomi. Ini bentuk tanggung jawab kita untuk memastikan pertumbuhan tetap hidup di tengah keterbatasan fiskal,” ungkapnya, di depan Ruang Rapat Lantai 2 DPRD Kota Samarinda, Kamis (23/10/2025).

Lanjutnya, pemangkasan ini justru menjadi momentum untuk membangun disiplin fiskal dan mengubah kultur birokrasi dalam mengelola keuangan daerah.

Alih-alih cemas, ia malah menilai tata kelola anggaran selama ini masih terkesan boros.

Karenanya, ditegaskan pria nomor wahid di Kota Tepian tersebut bahwa efisiensi bukan pemangkasan membabi buta, melainkan penataan ulang prioritas.

Pemerintah Kota Samarinda telah menetapkan sasaran efisiensi pada belanja nonprioritas, seperti perjalanan dinas, konsumsi rapat, pemeliharaan ringan, serta pengadaan alat tulis kantor.

“Yang kita jaga adalah sektor esensial, pendidikan, kesehatan, dan belanja penunjang kegiatan ekonomi masyarakat. Tiga sektor ini tidak boleh disentuh,” tegasnya.

Ia menegaskan arah kebijakan Samarinda yang berusaha menjaga keseimbangan antara efisiensi dan keberlanjutan sosial-ekonomi.

Efisiensi menurutnya tidak boleh disalahartikan sebagai alasan untuk mengorbankan hak-hak pegawai atau mematikan program rakyat.

“TPP dan gaji pegawai tetap harus aman. Itu hak, bukan fasilitas. Kalau pegawai tenang dan produktif, pelayanan publik juga akan terjaga,” bebernya.

Andi Harun juga menyebut bahwa tekanan akibat kebijakan efisiensi nasional ini harus dibaca sebagai peluang untuk melakukan reformasi fiskal daerah secara menyeluruh.

Dijelaskan AH, kontraksi pendapatan yang dialami pemerintah daerah bukanlah “akhir langkah”, melainkan pintu masuk untuk memperkuat sistem pendapatan asli daerah (PAD) melalui inovasi dan optimalisasi sumber ekonomi baru.

“Kalau sekarang kita belajar menahan diri, di 2027 nanti kita akan punya ruang yang lebih besar untuk membiayai pembangunan tanpa tergantung sepenuhnya pada pusat,” tuturnya.

Dalam konteks lebih luas, kebijakan efisiensi APBN yang menekan transfer ke daerah ini menjadi ujian bagi banyak pemerintah kota/kabupaten di Indonesia.

Namun Samarinda memilih arah berbeda, tidak panik, tapi berbenah.

Andi Harun menegaskan, keterbatasan fiskal justru menjadi pagar moral agar pemerintah tidak lagi mudah menganggarkan belanja yang tidak relevan dengan kepentingan publik.

“Kita mungkin sedang kekurangan uang, tapi jangan sampai kita kekurangan akal dan semangat,” bebernya.

Di sisi lain, ketika disinggung terkait kemungkinan dana mandek, AH menegaskan bahwa tidak ada dana mandek di lingkungan Pemerintah Kota Samarinda, yang memungkinkan terjadi ialah, kondisi saldo kas daerah masih tersimpan di bank, namun bukan karena penundaan, melainkan karena proses penyerapan anggaran yang masih berjalan menjelang penutupan tahun fiskal.

“Biasanya, tanggal tutup bulan dan tahun anggaran itu sekitar 15 sampai 16 Desember. Tentu saja masih ada uang yang berada di bank karena belum semua kegiatan, proyek, dan belanja dicairkan,” jelas Andi Harun.

Ia menambahkan, sebagian kegiatan masih berlangsung dan pembayaran proyek dilakukan secara bertahap sesuai progres pekerjaan.

“Kalau misalnya dicek di bank pemerintah kita, memang masih ada anggaran tersimpan. Tapi itu wajar karena proyek dibayar per termin,” ujarnya.

Keberadaan dana di kas daerah bukan bentuk pengendapan, melainkan langkah kehati-hatian dalam menjaga likuiditas dan cash flow keuangan daerah agar tidak terjadi gagal bayar.

“Kas daerah kita tidak boleh kosong. Pengajuan pencairan pembayaran kegiatan hampir setiap hari. Maka kita mengeluarkannya dari bank berdasarkan progres yang harus dibayar,” tandas Andi Harun. (lis)

Exit mobile version