Kaltim Punya Derawan hingga Pesut, tapi Belum Menemukan ‘DNA Wisata’

Pengamat Pariwisata Politeknik Negeri Samarinda, I Wayan Lanang Nala. (Foto: Lisa/beri.id)

BERI.ID – Kalimantan Timur memiliki modal pariwisata yang jauh lebih kaya dari yang terlihat di permukaan.

Namun, menurut Pengamat Pariwisata Politeknik Negeri Samarinda, I Wayan Lanang Nala, kekayaan itu belum benar-benar diterjemahkan menjadi strategi yang berbasis keunikan daerah, sebuah hal yang seharusnya menjadi “DNA” destinasi.

Lanang menjelaskan, secara geografis Kaltim memiliki keunggulan komparatif luar biasa, seperti wisata bahari kelas dunia seperti Derawan–Maratua, pesona pedalaman yang khas, hingga kekayaan budaya serta satwa endemik yang tak dimiliki daerah lain.

Namun PR utamanya adalah menemukan keunikan yang benar-benar khas Kaltim, bukan sekadar meniru atau menempel konsep dari daerah lain.

“Kalau bicara pariwisata, yang harus kita jual itu keunikan. Dan ini yang masih dicari Kaltim sampai hari ini,” tegasnya, Minggu (7/12/2025).

Tren community-based tourism mendorong banyak desa berlomba-lomba menjadi “desa wisata”.

Tetapi Lanang mengingatkan bahwa tidak semua desa benar-benar siap menjadi destinasi.

Ia mencontohkan Wisata Desa Pringgondani di Balikpapan.

Meski menarik, konsepnya tidak mencerminkan identitas Kaltim.

“Secara jujur, Pringgondani itu tidak menggambarkan Kaltim. Dia seperti berada di kebun bambu dan pasar tematik,” ujarnya.

Contoh lain, Desa Wisata Malahing di Bontang, permukiman atas laut yang seharusnya punya nilai unik, namun belum menunjukkan keunggulan spesifik yang mampu memikat wisatawan generasi baru.

Artinya, banyak desa wisata hadir secara “permukaan”, tanpa narasi kuat, tanpa karakter yang membuat pengunjung merasakan keaslian sebuah tempat.

Justru yang benar-benar unik adalah apa yang telah dimiliki Kaltim sejak lama, yakni Pesut Mahakam.

Lanang menyebut bahwa ikon ini punya daya tarik besar, terlebih muncul dalam narasi budaya, mitologi, hingga pengalaman wisata yang bersifat authentic.

“Kita punya pesut, itu kosakata yang membuat orang langsung bertanya. Satwa langka, tidak semua tempat punya,” katanya.

Tetapi melihat pesut di habitatnya bukan hal mudah, biasanya hanya muncul pagi atau sore.

Bahkan bisa saja wisatawan tidak bertemu sama sekali. Itulah nilai keasliannya.

Namun, pesut berada pada status langka, sehingga upaya konservasi harus menjadi prioritas.

“Kalau pesut punah, daya tarik itu hilang. Maka kemampuan kita menjaga mereka sama pentingnya dengan mempromosikannya,” tegasnya.

Lanang menekankan bahwa pasar wisata masa depan didominasi milenial dan Gen Z, dimana gen z menurutnya generasi yang akrab dengan teknologi, ingin pengalaman asli, bukan destinasi buatan, dan tidak tertarik pada wisata massal yang dibuat-buat.

“Gen Z itu literate, punya banyak kanal informasi. Mereka menginginkan authenticity. Bukan destinasi yang dimodifikasi agar terlihat indah,” ujarnya.

Dari wisata bahari hingga pesut Mahakam, dari kampung atas laut hingga pedalaman, Kaltim memiliki modal unik yang tidak dimiliki provinsi lain.

Lanang menegaskan, arah pengembangan pariwisata Kaltim harus beranjak dari sekadar “ikut tren” menjadi memperkuat karakter lokal yang otentik.

“Yang dicari wisatawan akhirnya bukan tempat yang dibuat-buat, tetapi cerita yang hidup dan asli, yang hanya Kaltim yang punya,” tutupnya. (lis)

Exit mobile version