BERI.ID – Sejak pendaftaran kios Pasar Pagi Samarinda dibuka, Sabtu (20/12/2025), gelombang penolakan sistem digital langsung memicu kegelisahan di kalangan pedagang lama.
Dari pendataan internal pedagang, sekitar 200 nama dinyatakan tidak lolos aplikasi, padahal mereka telah puluhan tahun berjualan di Pasar Pagi.
Situasi ini memuncak, Selasa (23/12/2025).
Puluhan pedagang mendatangi Gedung Graha Ruhui Rahayu, Samarinda, untuk memprotes mekanisme pendaftaran yang dinilai terlalu kaku dan minim sosialisasi.
Bagi pedagang, angka ratusan penolakan tersebut bukan sekadar gangguan teknis, melainkan ancaman nyata terhadap keberlanjutan mata pencaharian mereka.
Ketua Blok Basah Forum Pedagang Pasar Pagi (FP3), Asri menyatakan, pendekatan digital belum sepenuhnya berpihak pada karakter pedagang Pasar Pagi yang sebagian besar berusia lanjut dan tidak terbiasa dengan proses daring.
“Kalau yang muda mungkin cepat menyesuaikan. Tapi pedagang lama ini banyak yang sudah sepuh, tidak paham online. Akhirnya bingung dan panik,” katanya, Selasa (23/12/2025).
Asri juga menyoroti persoalan administratif, terutama status Surat Keterangan Tempat Usaha Berjualan (SKTUB).
Pedagang dengan SKTUB aktif cenderung langsung lolos verifikasi, sementara yang statusnya tidak aktif harus melalui mekanisme pengaduan manual.
“Yang tidak lolos itu biasanya datang mengadu. Dicek lagi masalahnya di mana. Sistemnya sebenarnya bagus, tapi tanpa pendampingan bisa jadi masalah besar,” ucapnya.
Di satu sisi, Kepala Disdag Samarinda, Nurrahmani, mengakui bahwa penerapan sistem digital berskala besar untuk pendaftaran Pasar Pagi memang masih menyisakan kendala teknis.
Ia menyebut pendaftaran dibuka sejak pukul 00.00 Wita, namun verifikasi data baru berjalan sekitar pukul 09.00 Wita.
“Ini pertama kali kami menerapkan sistem digital terintegrasi dengan jumlah pedagang sekitar 1.800 orang. Kendala seperti NIK tidak sinkron, perbedaan tanggal lahir, atau dokumen pendukung yang tidak terbaca memang terjadi,” jelasnya.
Nurrahmani menegaskan, hasil verifikasi sistem tidak bersifat final dan tidak serta-merta menggugurkan hak pedagang lama.
Ia memastikan kondisi riil di lapangan tetap menjadi rujukan utama pemerintah kota.
“Fakta lapangan yang kami prioritaskan. Administrasi hanya pendukung. Tidak ada pedagang lama yang tiba-tiba kehilangan haknya hanya karena sistem,” tegasnya.
Ia juga menyampaikan bahwa hingga hari kedua pendaftaran, sejumlah pedagang yang telah lolos verifikasi sudah menerima kunci kios dan mulai menata barang dagangan secara bertahap.
Langkah ini diambil untuk mencegah penumpukan massa dan menjaga ketertiban selama proses relokasi.
Disdag, kata Nurrahmani, masih melakukan penyempurnaan aplikasi dan telah menjadwalkan rapat lanjutan bersama Diskominfo untuk memperbaiki celah teknis.
Tahap pertama pendaftaran dijadwalkan berlangsung selama tiga hari sebelum memasuki fase berikutnya. (lis)
