Pendidikan Gratis Bukan Tanpa Harga, Darlis Pattalongi Akui Gratispol Membebani APBD

Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi, dalam dialog publik memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-4 Arusbawah.co, di Temindung Creative Hub, Kamis (20/11/2025). (Foto: Lisa/beri.id)

BERI.ID – Banyak daerah di Indonesia yang sektor pendidikannya masih diperlakukan sebagai pelengkap anggaran, bukan sebagai fondasi pembangunan, terutama di wilayah terpencil seperti di Indonesia Timur.

Kalimantan Timur mencoba menempuh jalur berbeda lewat program Gratispol, yang membuka akses pendidikan tinggi tanpa biaya UKT bagi warga daerah.

Program ini menjadi sinyal bahwa pendidikan akhirnya naik kelas menjadi agenda utama pemerintah provinsi.

Hanya saja, dalam dialog publik memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-4 Arusbawah.co, bertemakan “Tuk Ki Tak Ki Tuk Gratispol Pendidikan Supaya Baik Jalannya”, Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi, tidak menampik bahwa Gratispol memang membebani APBD secara signifikan.

Pemprov Kaltim, kata dia, telah melangkah lebih progresif, tapi ia tidak menutup fakta bahwa program ini memiliki konsekuensi fiskal yang besar.

“Mohon maaf Pak Wagub, memang membebani APBD,” ucap Darlis, di Temindung Creative Hub, Kamis (20/11/2025).

Gratispol, menurutnya memang menghapus UKT, tapi masih banyak warga yang terkendala akses.

“Jangan sampai program besar ini mengorbankan faktor-faktor lainnya,” ucap Darlis mengingatkan.

Diluncurkan pada April 2025, program itu alokasi anggaran awalnya sebesar Rp750 miliar, hingga november ini sudah dicairkan Rp44,153 miliar, untuk 32.853 siswa di 7 Perguruan Tinggi Negeri (PTN).

Pemprov Kaltim kemudian menyiapkan Rp2 triliun agar program ini tetap bisa berjalan tahun 2026 mendatang.

Meski faktanya menyedot anggaran yang tidak sedikit, Darlis menegaskan bahwa DPRD melihat kebijakan ini sebagai keputusan yang harus dipandang dalam kerangka investasi jangka panjang, bukan sekadar belanja tahunan.

Diterangkan Darlis pendidikan memiliki tiga fungsi utama:
1. Fungsi ekonomi
2. Fungsi sosial-non-ekonomi
3. Fungsi pembentukan karakter

Daerah dengan tingkat pendidikan tinggi biasanya memiliki tingkat toleransi lebih baik, stabilitas sosial lebih kuat, dan kapasitas ekonomi masyarakat yang meningkat.

Yang penting bagi Darlis adalah pendidikan sebagai investasi, bukan hanya berfokus pada spending (pengeluaran).

“Kalau kita biayai pendidikan maka hasilnya akan jauh lebih besar, memang mestinya pendidikan itu bukan urusan spending tapi urusan investasi,” terangnya.

Ia mengingatkan bahwa keberhasilan sistem pendidikan tidak bisa bergantung pada pembiayaan saja.

Terdapat lima faktor fundamental yang menurutnya harus berjalan serempak agar kualitas pendidikan Kaltim benar-benar meningkat.

“Lima faktor itu ada pembiayaan, kurikulum, sarana–prasarana, kualitas serta kesejahteraan tenaga pendidik, dan aksesibilitas,” bebernya.

Lebih jauh jika berbicara pendidikan maka juga akan berkaitan dengan kualitas sumber daya manusia (SDM) Kaltim, yang diungkapkannya hingga saat ini masih jauh dari harapan.

Pertumbuhan penduduk yang didorong migrasi, hingga dominasi tenaga kerja luar daerah dalam pengelolaan sumber daya alam, menjadi indikator bahwa masyarakat lokal belum mampu bersaing secara optimal.

“Kalau bicara dunia kerja, kami sering buka data. Tenaga lokal kalah dengan pendatang, termasuk di IKN. Kami sudah kumpulkan para kepala desa di ring 1, dan keluhannya sama, warga mereka paling banter diterima jadi satpam,” tutupnya. (lis)

Exit mobile version