BERI.ID – Pelican cross, sistem penyeberangan berbasis lampu lalu lintas yang bisa diaktifkan pejalan kaki, dicanangkan pemasangannya di Kawasan Jalan Juanda Samarinda, yang menjadi lintasan utama bagi ribuan pelajar dari empat sekolah besar, SMPN 4, SMPN 5, SMAN 3, dan SMAN 5 Samarinda.
Ketiadaan jembatan penyeberangan orang (JPO) membuat keselamatan siswa dipertanyakan, untuk itu Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda mencanangkan Pelican Cross tersebut.
Hanya saja, realisasinya masih harus menunggu persetujuan pemerintah pusat. Sebab, jalan tersebut termasuk dalam jalan nasional.
Di balik kebijakan itu, tersimpan beragam pandangan dari pelajar dan orang tua yang sehari-hari melintasi kawasan tersebut.
Ismail, siswa SMAN 3 Samarinda, mengaku lega mendengar kabar akan adanya pelican cross di depan sekolahnya.
“Saya setuju banget, soalnya kalau nyebrang tanpa JPO itu susah banget. Enggak ada yang dampingin, enggak ada yang nahan mobil buat kita nyebrang. Jalan di sini juga macet banget, jadi berisiko,” paparnya, saat ditemui media ini, Senin (6/10/2025)
Ia menambahkan, sejak JPO di kawasan itu dibongkar, banyak temannya yang memilih memutar jauh atau mencari jalur belakang agar bisa menyeberang dengan lebih aman.
“Kami sering saling ingetin aja, kalau rame jangan maksa nyebrang. Soalnya mobil kadang enggak mau berhenti juga,” bebernya.
Sementara itu, salah satu siswa SMPN 4 yang enggan disebut namanya juga menyampaikan hal serupa. Ia mengaku sering merasa takut saat hendak menyeberang.
“Takut, soalnya rame banget. Kadang udah berhenti, tapi tiba-tiba kendaraan jalan lagi. Teman-teman juga banyak yang bilang was-was nyebrang di sini,” katanya.
Kekhawatiran tidak hanya datang dari para pelajar.
Orang tua siswa juga menilai bahwa kondisi Juanda, terutama di jam sibuk pulang sekolah, jauh lebih berisiko dibanding pagi hari.
Seorang wali murid SMPN 4 mengungkapkan, mobil yang melaju cepat dan pengendara yang mengejar lampu hijau sering kali membuat para orang tua ketakutan saat menjemput anak.
“Kalau pagi masih mending, ada satu polisi yang bantu nyebrangin anak-anak. Tapi kalau siang, itu bahaya banget. Mobil berat banyak, belum lagi kalau hujan deras, susah lihat jalan,” ujarnya.
Ia menambahkan, jalur putar balik yang jauh juga membuat banyak orang tua nekat berhenti sembarangan di tepi jalan untuk menjemput anak.
“Kami sebenarnya pasrah, cuma maunya ada sistem yang aman. Anak bisa nyebrang sendiri tanpa takut,” tuturnya.
Pendapat senada disampaikan Nina Yuliyana, orang tua siswa SMAN 5 Samarinda. Ia menilai pelican cross adalah solusi yang lebih praktis dibanding JPO, terutama bagi anak-anak sekolah menengah yang enggan naik tangga tinggi.
“Saya setuju. Jadi pengendara otomatis berhenti saat pejalan kaki mau nyebrang. Itu jauh lebih efektif dibanding JPO,” jelasnya.
Orang tua siswa SMAN 5 Samarinda lainnya, Yanti, mengatakan bahwa setiap hari dirinya rutin menjemput anak sepulang sekolah.
Ia mengaku jalur menuju sekolah cukup padat, sehingga biasanya memilih berhenti di seberang jalan agar tidak memutar untuk menunggu anaknya.
Ia menyatakan setuju selama fasilitas tersebut betul-betul dimaksimalkan dan dirawat dengan baik.
“Setuju aja, sih. Asal benar-benar dijaga dan dirawat. Soalnya dulu pernah ada fasilitas kayak gitu tapi rusak, enggak tahu kenapa,” katanya.
Sebagai orang tua, Yanti mengaku cukup khawatir jika tidak ada fasilitas penyeberangan yang aman.
“Soalnya jalan di sini ramai. Kadang pengendara enggak mau berhenti, jadi anak-anak nunggu lama mau nyebrang. Kalau ada alat tombol itu kan enak, bisa bikin kendaraan berhenti dulu,” tambahnya.
Ia juga berharap agar fasilitas penyeberangan tersebut benar-benar digunakan dengan baik oleh siswa maupun masyarakat sekitar.
“Harapannya ya semoga dipakai dan dijaga, biar anak-anak aman kalau berangkat dan pulang sekolah,” pungkasnya. (lis)