Proyek Pematangan Lahan Misterius di Tengah Kota Samarinda Ketahuan Pejabat, Izinnya Bermasalah

Sidak DPRD Samarinda terhadap pematangan lahan, bersama Pemkot Samarinda beserta jajaran, dan Pelaksana proyek, Dodi, di Jalan Letnan Jenderal Suprapto, Selasa (5/8/2025). (Foto: Lisa/ beri.id)

BERI.ID – Ketua Komisi III DPRD Kota Samarinda, Deni Hakim Anwar, sorot proyek pematangan lahan dengan izin yang tak lengkap, di RT 09 Kelurahan Gunung Kelua, Kecamatan Samarinda Ulu.

Adanya proyek ini membuat sejumlah rumah warga mulai mengalami kemiringan dan retakan, sementara legalitas proyek yang berlangsung di tengah permukiman padat itu juga masih dipertanyakan.

Ia menegaskan bahwa hasil inspeksi mendadak (sidak) memperlihatkan adanya pelanggaran serius.

Izin yang dikantongi pelaksana proyek hanya untuk lahan seluas 2.000 meter persegi, sementara aktivitas pematangan sudah meluas hingga ke bagian belakang dengan luasan yang jauh lebih besar.

“Kegiatan ini jelas melampaui izin yang mereka miliki. Ini tidak bisa dibiarkan. Karena itu, kami tegaskan kegiatan harus dihentikan sementara sampai mereka memenuhi legalitas yang seharusnya,” ujar Deni usai meninjau lokasi, di Jalan Letnan Jenderal Suprapto, Selasa (5/8/2025).

Deni menambahkan, persoalan ini bukan sekadar soal administrasi, melainkan menyangkut keselamatan warga. Ia mengingatkan, jika proyek terus dilanjutkan tanpa memperhatikan aturan lingkungan, risiko longsor bisa mengancam kapan saja, terlebih saat musim hujan tiba.

“Kami khawatir, tanpa pengamanan memadai, hujan deras bisa memicu longsor yang membahayakan rumah-rumah di bawahnya. Jangan sampai ada korban jiwa baru semua pihak sibuk mencari solusi,” tegasnya.

Ahmad Ucin, salah satu penyewa rumah di RT 09, mengaku rumah yang ia tempati mulai miring sejak pembangunan fondasi dimulai. Kondisi itu membuatnya tidak pernah benar-benar tenang saat malam tiba.

“Rumah ini sudah miring. Setiap tidur saya takut-takut, khawatir tiba-tiba roboh. Hidup jadi tidak nyaman lagi sejak ada pekerjaan ini,” ucap Ahmad.

Nunung, warga lain yang terdampak, mengaku kerap dihantui rasa was-was setiap malam. Ia takut tanah yang menopang rumahnya tiba-tiba bergerak akibat getaran dan perubahan struktur lahan di sekitarnya.

“Setiap malam saya sulit tidur. Rasanya seperti tinggal di atas tanah yang tidak stabil. Kami tidak tahu harus bagaimana lagi,” ungkapnya.

Eko, warga RT 09 lainnya, menilai dampak yang terjadi sebenarnya sudah bisa diprediksi sejak awal.

Ia mengatakan, logika sederhana saja menunjukkan bahwa ketika fondasi dipasang dan tanah diuruk, lumpur akan terdorong keluar dan menyebabkan pergeseran tanah.

“Begitu tanah di atas diuruk, otomatis lumpurnya keluar. Itu yang bikin pergeseran. Kami masyarakat memang tidak mengerti soal teknis proyek, tapi kami ingin jangan sampai ada dampak negatif seperti ini. Mau bangun apa saja silakan, tapi jangan sampai merugikan warga sekitar,” jelas Eko.

Ketua RT 09, Arbani, menegaskan bahwa dirinya tidak pernah diperlihatkan dokumen legalitas proyek tersebut.

Ia hanya diberitahu akan ada kegiatan pematangan lahan dan pembangunan turap di wilayahnya.

“Izinnya tidak pernah ditunjukkan. Saya hanya diberi tahu ada kegiatan di atas lahan seluas sekitar dua hektar. Tapi soal peruntukannya untuk apa, saya sendiri tidak tahu,” kata Arbani.

Persoalan legalitas juga menjadi perhatian serius instansi teknis yang ikut meninjau lokasi bersama DPRD.

Plt Kabid Penataan Ruang PUPR Samarinda, Nurvina Hayuni, menjelaskan bahwa jika peruntukan lahan itu masuk kategori galian C, maka izin harus dikeluarkan oleh ESDM Provinsi.

“Sebaiknya memang jelas dulu peruntukannya. Kalau memang galian C, izinnya ke provinsi. KBLI penyiapan lahan ini sifatnya hanya pendukung, bukan utama,” ujarnya.

Ananta, Kepala Bidang Pertanahan PUPR Samarinda, menambahkan bahwa pematangan lahan sendiri juga membutuhkan izin khusus.

“Peruntukan harus jelas. Kalau belum jelas, perizinan galian C dan izin pematangan lahan harus dipenuhi. Itu yang sampai sekarang belum ada,” tegas Ananta.

Pelaksana proyek, Dodi, tak menampik bahwa pihaknya belum melengkapi izin sebagaimana mestinya.

Ia beralasan peruntukan lahan yang dikerjakan belum jelas sehingga pihaknya terhambat dalam mengurus izin.

“Harusnya memang diajukan izin galian C, tapi sampai sekarang belum ada. Peruntukannya juga belum pasti, jadi kami bingung kalau ditanya ini untuk apa,” ungkapnya.

Menanggapi hal itu, Deni Hakim Anwar menyampaikan bahwa DPRD akan memberikan teguran keras. Menurutnya, proyek ini jelas tidak mengindahkan ketentuan yang berlaku.

“Mereka tidak mengindahkan aturan. Karena itu, kami pastikan kegiatan ini harus dihentikan sementara. Jangan sampai perizinan yang tidak sesuai menimbulkan masalah besar bagi masyarakat,” ujarnya.

Selain menyoroti legalitas, Deni juga menegaskan pentingnya pemenuhan analisis dampak lingkungan (Amdal) beserta dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL).

“Setiap pembangunan yang berdampak langsung pada masyarakat harus diawasi ketat agar tidak menimbulkan kerugian besar,” tutupnya. (lis)

Exit mobile version