Rp73 Miliar untuk Ubah 10 Hektare TPA Bukit Pinang Jadi RTH, Baru 70 Persen Pekerjaan Rampung

Potret Eks TPA Bukit Pinang. (Foto: Lisa/beri.id)

BERI.ID – Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Bukit Pinang yang menjadi lahan bekas pembuangan sampah sejak 1995 hingga resmi ditutup pada 2023 itu kini tengah dipoles untuk bertransformasi menjadi ruang terbuka hijau (RTH).

Direktur CV Sawi Mahakam, Firdaus, selaku kontraktor pelaksana, menjelaskan fokus utama pekerjaan saat ini adalah pengendalian kontur lahan sekaligus penanganan gas metana.

Pihaknya telah menanam 170 pipa khusus untuk mengalirkan gas metana yang terperangkap di bawah permukaan.

Total kebutuhan biaya diungkapkannya mencapai sekitar Rp73 miliar, dimana tahun ini telah dialokasikan Rp16 miliar yang difokuskan pada pekerjaan mendesak, yaitu penanganan gas metana, potensi longsor, serta bau yang muncul dari sisa timbunan sampah.

“Aspek keamanan saat ini menjadi perhatian serius kami,” tegasnya, Rabu (1/10/2025).

Lanjutnya, gas metana yang dihasilkan dari proses dekomposisi sampah berpotensi menimbulkan risiko kebakaran dan pencemaran udara.

Karena itu, pemasangan pipa dilakukan di berbagai titik untuk mengurangi tekanan dan mengalirkan gas ke luar dengan lebih terkendali.

Di sisi lain. Ketua Komisi III DPRD Samarinda, Deni Hakim Anwar, menilai pekerjaan berjalan sesuai target. Sekitar 70 persen pekerjaan telah terealisasi, terutama konturing lahan dan pemasangan pipa gas.

“Memang belum selesai sepenuhnya, tapi progresnya cukup baik,” terang Deni.

Keberadaan TPA Bukit Pinang yang aktif hampir tiga dekade telah meninggalkan beban lingkungan yang serius.

Proses pemulihan lahan bukan hanya soal menutup timbunan sampah, tetapi juga memastikan keamanan jangka panjang.

Gas metana yang terkandung diakuinya tidak memenuhi standar untuk dialirkan ke masyarakat karena tekanannya terlalu rendah.

“Jadi opsi pemanfaatan energi alternatif tidak bisa dilakukan seperti di Balikpapan. Fokus kita sekarang adalah memastikan pengendalian agar aman,” jelasnya.

Lebih jauh, ia menekankan bahwa revitalisasi ini juga diarahkan untuk memberi manfaat estetika dan sosial bagi warga.

Lahan bekas TPA seluas 10,5 hektare direncanakan menjadi RTH dan pedestrian. Dengan posisi di puncak bukit, kawasan ini berpotensi menjadi ikon baru kota jika dikelola dengan tepat.

“Kalau nanti rampung, kawasan ini akan berubah total, dari gunungan sampah menjadi ruang hijau yang mempercantik kota. Revitalisasi bukan hanya soal teknis, tapi juga memberi nilai tambah bagi masyarakat,” katanya.

Namun, ia juga menyoroti perlunya strategi berkelanjutan dalam pengelolaan sampah ke depan.

Samarinda, menurutnya, harus belajar dari kota lain yang sudah lebih maju dalam mengolah limbah menjadi energi atau produk turunan lain.

“Ke depan, harus ada pengembangan turunan, misalnya maggot untuk pakan, wood chip, atau inovasi lain. Pengelolaan sampah tidak boleh sekadar buang dan tutup,” tandas Deni.

Meski sudah berjalan, pekerjaan masih jauh dari kata selesai. Anggaran Rp16 miliar tahun ini hanya menutup dua kegiatan prioritas.

Sisanya, masih menunggu alokasi dana tambahan agar seluruh desain revitalisasi Rp73 miliar bisa terealisasi. (lis)

Exit mobile version