Daerah  

Tanggapan Warga soal Dishub Terapkan Sistem Satu Arah di Abul Hasan Samarinda 

Potret Jalan Abul Hasan, target penerapan Sistem Satu Arah (SSA). (Foto: Lisa/beri.id)

BERI.ID – Berdagang sejak tahun 2018, Acil, pemilik Warung Kandangan di Gang 6 Jalan Abul Hasan mengaku keberatan atas Penerapan Sistem Satu Arah (SSA) di Jalan Abul Hasan, Samarinda, yang akan mulai berlaku besok, Selasa (23/9/2025).

Walaupun sudah berdagang sejak 2018, namun kehidupannya tidak pernah lepas dari jalan yang telah ia lalui lebih dari enam dekade.

Bagi Acil, aturan baru ini tidak hanya mengurangi kenyamanan warga, tetapi juga mempersempit ruang hidup pelaku usaha kecil.

“Dulu sudah pernah satu arah, lalu dua arah, sekarang balik lagi satu arah. Padahal lebih bagus dua arah. Kasihan yang rumahnya di kanan bingung parkir di mana,” ujarnya kepada pewarta media ini, saat dikonfirmasi, Senin (22/9/2025).

Ia menambahkan, perubahan itu juga berdampak pada aktivitas ekonomi dan transportasi.

Jumlah pengunjung warung menurun, sementara sopir angkot semakin kesulitan mencari penumpang.

“Orang singgah jadi berkurang, angkot juga susah cari penumpang. Mereka bilang harus mutar jauh, penumpang bisa marah. Sudah kalah sama ojek online, makin rugi saja mereka,” keluhnya.

Lebih jauh, Acil mempertanyakan efektivitas aturan baru tersebut. Menurutnya, Jalan Abul Hasan sebenarnya cukup lebar untuk dilalui kendaraan dari dua arah.

“Kenapa dibikin satu arah? Otomatis parkir jadi susah. Tidak efektif. Jalan Basuki Rahmat saja dua arah, padahal lebih ramai. Kadang saya berpikir, macam-macam saja pemerintah ini. Sudah bagus dua arah, kenapa diubah lagi,” tambahnya.

Pandangan berbeda datang dari kalangan mahasiswa. Aniya, warga Samarinda Seberang, menilai SSA punya sisi positif.

“Kalau dari rumah saya lumayan muter. Tapi harus diakui, jalan sini sering macet kalau dua arah. Saya kasih nilai 8 dari 10, demi lebih safety aja,” jelasnya.

Meski begitu, ia mengingatkan bahwa implementasi kebijakan masih lemah.

“Kalau ditutup masih ada yang lawan arah. Itu justru bahaya. Dishub harus lebih kontrol,” pesannya.

Sementara Jeje, mahasiswa asal Palaran, memberikan penilaian lebih kritis.

Ia menilai, SSA memang membantu kelancaran, tetapi menambah waktu perjalanan.

“Kalau lewat jalur baru kena lampu merah lagi. Kalau lewat sini kan bisa langsung. Saya kasih nilai 5 dari 10. Ribet, tapi bisa dipahami kalau demi kelancaran lalu lintas,” katanya.

Keluhan juga datang dari pekerja transportasi daring. Madi, pengemudi ojek online, mengaku aturan satu arah membuat pekerjaannya lebih berat.

“Kalau satu arah, jadi lebih jauh. Bensin boros, pelanggan bisa menunggu lebih lama. Kami yang paling terasa dampaknya karena tiap hari mondar-mandir,” ungkapnya.

Meski begitu, ia tak menolak sepenuhnya.

“Kalau tujuannya untuk perbaikan lalu lintas, ya kita ikut saja. Tapi pemerintah sebaiknya lebih bijak. Kalau bisa, motor tetap boleh dua jalur. Jadi masyarakat tetap diperhatikan,” tuturnya.

Anggota Komisi III DPRD Samarinda, Abdul Rohim, menambahkan bahwa uji coba yang dilakukan Dinas Perhubungan (Dishub) harus benar-benar memperhatikan masukan warga serta faktor teknis lain yang kerap diabaikan, seperti keberadaan parkir liar di badan jalan.

Ditegaskannya, keberatan warga terkait jarak tempuh yang menjadi lebih jauh merupakan hal yang lazim muncul setiap ada kebijakan pengalihan arus lalu lintas.

Namun, ada persoalan lain yang justru lebih penting untuk ditangani secara serius.

“Ada dugaan penurunan kinerja jalan akibat parkir di badan jalan. Itu juga harus dipisahkan dan dituntaskan. Kalau Dishub hanya fokus membuat jalan searah tanpa menertibkan parkir, pro dan kontra akan terus terjadi,” kata Rohim.

Rohim menekankan, evaluasi dari masyarakat sebagai pengguna jalan merupakan aspek paling penting.

Jika nantinya keluhan terbukti benar dan sesuai dengan kondisi lapangan, Dishub diminta tidak ragu untuk meninjau ulang kebijakan SSA.

Terlebih, sejarah penerapan SSA di Jalan Abul Hasan pernah berulang kali berubah dari dua arah ke satu arah dan kembali lagi.

Karena itu, ia menekankan agar Dishub benar-benar mendengar suara warga sebelum menetapkan keputusan final.

“Jangan sampai terulang, masyarakat dibuat bingung karena kebijakan berubah-ubah,” pungkas Rohim. (lis)

Exit mobile version