Daerah  

Bantuan ke Tion Ohang Long Apari Tiba Hari Ini, Warga: Saat Betul-betul Kesulitan, Tidak Ada yang Masuk 

Bantuan tanggap darurat kemarau, tiba di Tion Ohang, Long Apari, Kabupaten Mahakam Ulu (Mahulu) Jumat (8/8/2025) sore ini. (Foto: IST)

BERI.ID – Warga Kampung Naha Buan, Kecamatan Long Apari, Mahakam Ulu, Agustinus Leiju yang melakukan monitor terhadap bantuan tanggap darurat kemarau, menyatakan bahwa bantuan logistik, seperti sembako dan beras, akhirnya tiba di Tion Ohang, Long Apari, Jumat (8/8/2025) sore ini.

Setelah hampir sebulan lebih wilayah tersebut menghadapi kemarau ekstrem. Ia mengaku berterima kasih. Namun, kehadiran bantuan tersebut juga dinilainya terlambat, sebab hujan sudah turun dan kondisi air sungai kembali memungkinkan.

Ia menilai momentum tanggap darurat sudah lewat. Bantuan yang datang melalui dua perahu ke Kampung Tion Ohang tak lagi menjawab kebutuhan mendesak seperti saat krisis berada di puncaknya pertengahan Juli lalu.

“Ini bantuan tanggap darurat, tapi datang saat kondisi sudah mulai normal. Padahal saat warga betul-betul kesulitan, tidak ada yang masuk,” kata Agustinus Lejiu, kepada pewarta media ini, Jumat (8/8/2025).

Warga Bertahan dengan Swadaya dan Kenaikan Harga

Di sisi lain, warga Mahulu telah bertahan dengan kondisi terbatas selama masa kemarau.

Harga bahan pokok sempat melambung, stok menipis, dan akses keluar masuk logistik nyaris putus total.

Toko-toko mulai kosong dan harga naik dua hingga tiga kali lipat. Warga juga harus mengandalkan solidaritas komunitas untuk saling bantu, sambil menunggu kejelasan bantuan dari pemerintah.

“Kita sudah terlanjur beli bahan makanan dengan harga tinggi. Sekarang bantuan datang, ya bagus, tapi tidak langsung menyelesaikan masalah. Harga belum turun karena pasokan belum lancar,” tambah Agustinus.

Distribusi Belum Merata, 7 Kampung Masih Menunggu

Dua perahu yang datang baru menjangkau sebagian wilayah. Kampung-kampung seperti Long Apari, Naha Silat, dan Naha Tifab yang terletak lebih hulu masih menunggu giliran.

Jalur sungai yang curam, ber-riam, dan sangat tergantung cuaca tetap menjadi kendala utama distribusi lanjutan.

“Kalau air turun lagi, akses bisa tertutup lagi. Itulah mengapa masyarakat berharap tanggap darurat dilakukan saat krisis, bukan sesudahnya,” kata Agustinus.

Meski tidak menafikan upaya pemerintah, ia berharap ke depan ada sistem tanggap darurat yang lebih sigap. Prosedur pengambilan keputusan dinilai terlalu birokratis, padahal dalam kondisi darurat, waktu adalah faktor utama.

“Kami paham medan berat, tapi itu juga bukan hal baru. Harusnya sudah ada antisipasi. Kita tidak bisa terus memakai alasan yang sama tiap tahun,” ujarnya.

Pemerintah diharapkan mengevaluasi pola distribusi bantuan, termasuk mempercepat pemetaan logistik dan penggunaan moda transportasi alternatif seperti helikopter, jika kondisi sungai tidak memungkinkan.

Tanggapan DPRD Kaltim Terhadap Moda Transportasi Helikopter

Ketua DPRD Kalimantan Timur, Hasanuddin Mas’ud, menyoroti urgensi infrastruktur jalan dan ketersediaan alat transportasi udara seperti helikopter untuk menjangkau daerah-daerah terpencil dan perbatasan di Kaltim, khususnya Mahakam Ulu dan Kutai Barat.

Ia menekankan, keterisolasian wilayah seperti Mahulu membuat distribusi logistik, termasuk bahan makanan, menjadi sangat bergantung pada jalur transportasi yang terbatas.

“Lewat darat belum bisa, sungai pun dangkal. Sementara kebutuhan warga mendesak. Solusinya memang harus ada helikopter,” tegasny.

Ia mengungkapkan bahwa Gubernur Kaltim telah mencanangkan pembangunan infrastruktur jalan ke wilayah tersebut, namun implementasinya belum sepenuhnya berjalan.

Dalam situasi darurat seperti saat ini, seharusnya pemerintah daerah sudah menyiapkan helikopter operasional yang bisa digunakan bersama-sama.

“Kita sempat berencana pinjam helikopter ke Polda, tapi kondisinya sedang perbaikan. Jadi akhirnya kita harus lewat sungai dengan sistem lansir dari kapal besar ke kapal kecil. Itu sangat memperlambat,” ungkap Hasanuddin.

Ia menyarankan agar ke depan, pengadaan helikopter bisa dilakukan melalui skema sewa dengan pihak ketiga, mengingat kebutuhan perawatan dan operasional yang kompleks.

“Tahun lalu saat masih Pj Gubernur, kita sempat sewa selama tiga bulan untuk penanganan banjir bandang. Tapi sekarang kita tidak punya sama sekali,” jelasnya.

Hasanuddin juga mengusulkan agar skema penyediaan helikopter ini bisa dibantu melalui program CSR perusahaan besar di Mahakam Ulu, seperti Gunung Bayan, agar ada kolaborasi antara pemerintah dan dunia usaha dalam mengatasi keterbatasan akses.

Ia berharap mulai tahun 2026, program penguatan infrastruktur dan transportasi ke wilayah terpencil dapat benar-benar berjalan.

“Sangat perlu helikopter. Kita ini punya wilayah perbatasan yang rawan bencana dan infrastruktur jalannya masih rusak. Harus diusahakan ini,” bebernya.

Sementara itu, Pengamat Ekonomi dari Universitas Mulawarman, Purwadi, menilai bahwa Mahulu selama ini seperti dibiarkan berjalan sendiri tanpa fondasi infrastruktur yang memadai. Ia menyebut, kebijakan pemerintah cenderung bersifat karitatif, bukan transformatif.

“Selama daerah seperti Mahulu hanya dikirimi bantuan sembako saat krisis, itu menunjukkan kita tidak punya komitmen membangun sistem yang berkelanjutan,” ungkapnya.

Lanjutnya, ketergantungan mutlak pada jalur sungai membuat Mahulu sangat rentan. Saat sungai surut atau terjadi gangguan, tidak ada jalur alternatif yang andal untuk mengalirkan barang dan logistik. Ini membuat harga barang melonjak dan warga menanggung beban biaya hidup yang tinggi.

“Kita bicara wilayah perbatasan yang strategis, tapi akses jalannya seperti tak pernah jadi prioritas. Padahal tidak perlu jalan mewah, cukup jalan tanah yang bisa dilalui sepanjang tahun sudah bisa menurunkan harga barang,” jelasnya.

Ia juga mengkritik sikap pemerintah yang kerap baru bertindak setelah ada pemberitaan atau keluhan viral di media sosial. Pendekatan seperti ini, kata dia, menunjukkan bahwa penanganan persoalan logistik belum menjadi prioritas pembangunan nasional.

“Seharusnya pembangunan wilayah tidak menunggu viral. Mahulu bukan sekadar daerah terpencil, tapi bagian dari NKRI yang punya hak atas layanan dan konektivitas yang layak,” tegasnya.

Purwadi menegaskan bahwa untuk menjawab persoalan mendasar di Mahulu, pemerintah harus berani mengubah pendekatan, dari yang bersifat bantuan sesaat menjadi pembangunan infrastruktur yang memperkuat daya tahan ekonomi daerah.

“Kalau tidak dimulai sekarang, Mahulu akan terus terjebak dalam siklus keterisolasian dan ketimpangan,” pungkasnya. (lis)

Exit mobile version