BERI.ID – Kunjungan Staf Khusus Wakil Presiden, Nicolaus Teguh Budi Harjanto, ke Universitas Mulawarman (Unmul) membuka ruang dialog yang sarat makna tentang arah pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Dalam forum itu, civitas akademika Unmul menyampaikan berbagai gagasan strategis agar pembangunan IKN tak hanya menjadi proyek fisik semata, tetapi juga tonggak transformasi sosial, ekonomi, dan intelektual Kalimantan Timur.
Rektor Unmul, Abdunnur, menegaskan pentingnya keterlibatan perguruan tinggi dalam menyusun kebijakan dan konsep pembangunan IKN, dengan harapan besar Unmul dan kampus lain di Kalimantan Timur tak dilupakan dalam proses benchmarking kebijakan nasional.
Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) menurutnya harus berlandaskan prinsip berkelanjutan dan inklusif, dengan menyeimbangkan tiga pilar utama: ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Pembangunan, lanjutnya tidak boleh mengabaikan partisipasi publik, kearifan lokal, dan keadilan ekonomi.
Ia menyoroti pentingnya membuka peluang kerja bagi warga lokal melalui pelatihan keterampilan, melindungi lahan adat serta budaya masyarakat setempat, dan memastikan adanya kemitraan adil dengan UMKM serta petani lokal, dalam rantai pasok proyek IKN.
Abdunnur juga menyerukan transparansi kebijakan dan konsultasi publik yang rutin, serta komitmen jangka panjang terhadap kelestarian alam Borneo.
“Kami ingin setiap kebijakan nasional menjadikan Unmul sebagai rujukan pemikiran. Output dari sinergi ini tentu lahirnya generasi emas yang mampu menjawab tantangan masa depan,” ujarnya, dalam agenda penyerapan pandangan perkembangan pembangunan IKN oleh Staff Khusus Wapres, di Ruang Rapat Lantai 3 Rektorat Unmul, Rabu (29/10/2025).
Dalam kesempatan yang sama, Nicolaus menegaskan bahwa pembangunan IKN kini menjadi agenda prioritas dalam dua regulasi baru, Perpres Nomor 12 Tahun 2025 tentang RPJMN 2025–2029 dan Perpres Nomor 79 Tahun 2025 tentang Pemutakhiran Rencana Kerja Pemerintah.
Kedua aturan itu memperkuat posisi IKN sebagai superhub pertumbuhan ekonomi nasional sekaligus menargetkan IKN menjadi ibu kota politik pada 2028.
“Akan kami laporkan ini ke Wapres dan Presiden sebagai bagian dari formulasi kebijakan jangka menengah. Banyak catatan strategis terkait lingkungan, tata kelola, dan kolaborasi yang akan menjadi bahan utama pemerintah,” tegasnya.
Sementara itu, Rektor Universitas Balikpapan (Uniba), Isradi Zainal, menyoroti perlunya konsistensi pemerintah dalam menerapkan prinsip green management di IKN.
Ia mengingatkan agar konsep forest city, tak berhenti di tataran wacana, tetapi diterjemahkan dalam praktik pengelolaan sumber daya manusia, energi, dan lingkungan yang berkelanjutan.
“IKN ini dibangun atas dasar konsep hijau dan cerdas, tapi penerapan manajemen hijaunya belum optimal. Kami di Kalimantan punya banyak ahli yang siap membantu, namun sering tak dilibatkan,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa kehadiran IKN seharusnya memberantas eksploitasi tambang ilegal yang justru kian marak di sekitar kawasan pembangunan.
Wakil Rektor I Bidang Akademik Unmul, Lambang Subagiyo, menambahkan bahwa pembangunan IKN harus memperhatikan dinamika sosial dan kapasitas masyarakat lokal.
Ia menyoroti gejala urbanisasi di kawasan penyangga seperti Sepaku, yang kini diwarnai pembangunan rumah tanpa izin, degradasi kearifan lokal, dan tekanan terhadap fasilitas publik seperti sekolah.
“Kalau tidak diantisipasi sejak dini, kawasan ini bisa berkembang seperti Jakarta kedua. Urbanisasi, perubahan sosial, dan marginalisasi warga lokal harus dijawab dengan strategi pendidikan, pelatihan keterampilan, serta penguatan nilai budaya daerah,” paparnya.
Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman (Unmul), Irawan Wijaya Kusuma, menegaskan bahwa pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) harus kembali pada konsep awalnya sebagai Forest City, kota yang memulihkan dan melindungi ekosistem hutan tropis Kalimantan.
Ia mengingatkan, dari total 320 ribu hektare kawasan IKN, sekitar 80 ribu hektare telah terpakai untuk perkebunan dan tambang, sementara hanya sebagian kecil yang masih berupa hutan sekunder.
“Tujuan utama pembangunan IKN adalah memulihkan hutan yang rusak dan menjadikannya laboratorium konservasi hidup,” ujar Irawan.
Ia menyebut ada enam target utama konsep Forest City, mulai dari nol deforestasi, peningkatan cadangan karbon, pengelolaan hutan lestari, konservasi keanekaragaman hayati, partisipasi masyarakat lokal, hingga perbaikan tata kelola lahan.
Unmul, kata Irawan, siap mendukung visi itu dengan sumber daya akademiknya, terdiri atas 15 fakultas, lebih dari 1.400 dosen dan peneliti, serta 30 ribu mahasiswa.
“Kami sudah menyiapkan 16 program berbasis mitigasi dampak lingkungan dan pemberdayaan masyarakat lokal, termasuk sistem smart biodiversity monitoring, untuk memantau kawasan lindung tanpa harus selalu turun ke lapangan,” ungkapnya.
Di sisi lain, Ketua BPC Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Penajam Paser Utara, Hasrul, menilai kehadiran Ibu Kota Nusantara (IKN) merupakan peluang ekonomi besar bagi masyarakat lokal.
Namun, ia mengingatkan masih lemahnya kapasitas sumber daya manusia (SDM) di daerah, yang membuat banyak kesempatan justru diambil oleh tenaga dari luar Kalimantan Timur.
Menurut Hasrul, sejak pembangunan tahap pertama IKN yang menelan dana Rp75 triliun, ribuan tenaga kerja telah terserap, termasuk 8.000 pekerja konstruksi dan lebih dari 2.000 ASN.
Meski demikian, kemampuan tenaga kerja lokal masih perlu ditingkatkan agar tidak hanya menjadi penonton dalam proyek sebesar ini.
“Otorita IKN ingin 70 persen pekerja berasal dari daerah, tapi skill dan etos kerja lokal masih harus ditingkatkan,” ujarnya.
Ia menilai kolaborasi antara pengusaha, pemerintah, dan perguruan tinggi menjadi kunci memperkuat daya saing lokal.
Selain sektor konstruksi, Hasrul juga menyoroti besarnya peluang bisnis di bidang pangan, jasa, dan pengelolaan sampah yang dapat digarap pengusaha muda.
“Kalau kita tidak mengambil peran hari ini, kapan lagi? IKN adalah masa depan anak-anak kita,” tutup Hasrul. (lis)
