Duit Berputar dari 1 SPPG di Samarinda Diperkirakan Bisa Rp 1 Miliar Per Bulan, Cek Proses Pencairannya dari BGN ke Mitra di Daerah 

Makanan dalam Program MBG, Rp15.000 per porsi, telan anggaran hingga Rp1 Miliar per bulannya. (Foto: Lisa/beri.id)

BERI.ID –  Setiap dapur pelaksana atau Sentra Pangan dan Pemberdayaan Gizi (SPPG) membutuhkan biaya hampir Rp1 miliar per bulan untuk beroperasi.

Biaya penyediaan makanan ditetapkan Rp15 ribu per porsi, dengan tambahan Rp2 ribu untuk sewa peralatan dapur, yang disediakan oleh mitra pelaksana.

“Pemerintah hanya menanggung biaya sewanya,” ujar Kepala Satuan Tugas (Satgas) MBG Kota Samarinda, Suwarso sebelumnya.

Sebagai gambaran, SPPG di Kecamatan Samarinda Ulu melayani empat sekolah, SDN 18, SDN 20, SMPN 5, dan SMPN 7, dengan total 2.330 porsi setiap hari. Jika dikalikan Rp15 ribu per porsi, total biaya harian mencapai Rp34,95 juta atau sekitar Rp244,55 juta per minggu.

Dalam sebulan, perkiraan pengeluaran dapur tersebut bisa menyentuh hingga Rp1 miliar. Dana inilah yang nantinya berputar di lingkup MBG, meliputi biaya makanan, biaya pengantaran, hingga biaya untuk pekerja cuci tray makanan.

Dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 sebesar Rp335 triliun, dana pendidikan (Rp223,6 triliun atau 67%), anggaran kesehatan (Rp24,7 triliun), fungsi ekonomi (Rp19,7 triliun), dan dana cadangan (Rp67 triliun).

Lantas Bagaimana Sistem Pembayarannya?

BGN menyalurkan dana ke SPPG secara bertahap melalui mekanisme uang muka, bukan sekaligus atau per bulan.

Setiap dua minggu, SPPG wajib menyerahkan laporan penggunaan dana secara rinci.

Mekanisme ini dilakukan melalui Virtual Account (VA) bersama antara BGN dan mitra, untuk mencegah penyalahgunaan anggaran.

Dana hanya bisa dicairkan setelah disetujui kedua pihak, yakni perwakilan yayasan dan kepala SPPG, tidak ada sistem reimburse atau penggantian biaya.

Update SPPG di Kaltim Per 28 Oktober 2025

Pendamping Koordinator Regional Badan Gizi Nasional (BGN) Kalimantan Timur, Sirajul Amin Mubarak menuturkan, terdapat 13.254 SPPG di seluruh Indonesia, termasuk 102 unit di Kalimantan Timur, dengan 54 unit telah beroperasi aktif.

Kota Samarinda menjadi yang terbanyak dengan 33 SPPG ber-SK dan 16 SPPG operasional (OPS), dengan target SPPG yang akan dibangun sebanyak 73, realisasi saat ini baru tercapai 49 SPPG, sementara yang aktif ialah 13 SPPG.

Dilanjutkan dengan Kota Balikpapan dengan 16 ber-SK dan 10 OPS, serta Bontang dengan 10 ber-SK dan 5 OPS.

Di tingkat kabupaten, Berau memiliki 10 SPPG ber-SK dan 2 OPS, Kutai Timur sebanyak 6 ber-SK dan 3 OPS, sementara Kutai Kartanegara (Kukar) menempati posisi tertinggi di luar kota besar dengan 17 ber-SK dan 10 OPS.

Adapun Kutai Barat memiliki 2 ber-SK dan 2 OPS, Penajam Paser Utara (PPU) 5 ber-SK dan 4 OPS, serta Paser 3 ber-SK dan 3 OPS.

Sebagai catatan, SPPG ber-SK merupakan dapur yang telah resmi didirikan melalui Surat Keputusan (SK) dari instansi pemerintah, dalam hal ini BGN.

Sementara SPPG OPS adalah dapur yang sudah aktif menyediakan layanan makanan bergizi, namun masih dalam proses legalisasi atau belum mendapatkan SK resmi.

“Mahakam Ulu masih belum memiliki SPPG aktif,” ujarnya, Selasa (28/10/2025).

SPPG se-Kaltim per 28 Oktober 2025 ini dan data capaian SLHS. (Foto: Tangkapan Layar zoom meeting pertemuan satgas MBG Kaltim).

Setelah menyoroti masalah biaya dan perkembangan SPPG terkini, pemenuhan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) juga masih jauh dari harapan.

Dari seluruh Kabupaten/Kota di Kaltim, baru satu yang mengantongi sertifikat.

“Dari 24 pengajuan SLHS, satu SPPG yang lolos uji laboratorium, di Kota Samarinda,” bebernya.

Diketahui, khusus di kawasan aglomerasi atau kawasan perkotaan yang menyatukan beberapa daerah, potensi pengembangan SPPG mencapai 372 unit, dengan 315 di antaranya telah mengajukan permohonan pengelolaan.

Jika seluruh potensi ini terealisasi, jumlah penerima manfaat bisa menembus 1,1 juta orang di Kalimantan Timur, dimana saat ini se-Kaltim baru mencapai 131.387. (lis)

Exit mobile version