BERI.ID – Total anggaran yang dialokasikan untuk pembangunan 10 insinerator di Samarinda, mencapai sekitar Rp28 miliar, dengan target rampung akhir tahun ini, Desember 2025
Dari jumlah tersebut, biaya satu unit insinerator hanya sekitar Rp1,9 miliar, sehingga pengadaan sepuluh unit alat pembakar sampah itu menelan dana sekitar Rp19 miliar.
Sisa anggaran digunakan untuk pembangunan sejumlah fasilitas pendukung, seperti kolam penetralisasi, Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), sarana lingkungan, serta pengembangan sumber daya manusia (SDM) di setiap titik lokasi pengelolaan.
“Jangan disebut Insinerator Rp28 miliar. Itu bukan harga satu alat, tapi seluruh sistem dan sarana pendukungnya,” tutur Wali Kota Samarinda, Andi Harun, sebelumnya.
Terlepas dari anggaran, mesin insinerator milik Pemkot Samarinda menggunakan sistem berbeda yang lebih aman, dengan izin penggunaan insinerator yang telah melalui mekanisme uji kelayakan lingkungan (UKL-UPL) sesuai ketentuan bagi proyek skala kota.
Ini juga menjawab pernyataan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang mengeluarkan larangan terhadap sistem insinerator yang tidak memenuhi uji emisi dan pengelolaan cerobong asap, khususnya yang membuang hasil pembakaran langsung ke udara.
Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Samarinda, Suwarso, menyatakan bahwa yang dilarang KLHK, merupakan insinerator yang cerobongnya langsung ke udara.
“Sementara yang kita gunakan, gas buangnya dialirkan ke dalam empat unit bak air untuk proses penyaringan dan pendinginan sebelum dilepaskan. Jadi ini jauh lebih aman,” jelas Suwarso, Kamis (30/10/2025).
Ia menjelaskan bahwa sebelum insinerator dioperasikan secara penuh, akan dilakukan tahap uji coba terlebih dahulu, dimana pada fase itu, pemerintah akan memastikan seluruh aspek teknis dan lingkungan terpenuhi melalui serangkaian pengujian emisi, kadar dioksin, serta furan, guna menjamin bahwa sistem pembakaran sampah tersebut benar-benar aman dan sesuai standar baku mutu lingkungan.
“Insinerator kita hasil adopsi dari sistem serupa di Bandung yang sudah melalui tahap uji emisi dan dinyatakan aman,” tuturnya.
Lanjutnya, selain berfungsi untuk mengurangi volume sampah, proyek ini juga membuka peluang penyerapan tenaga kerja lokal.
“Pengelolaan insinerator nanti akan melibatkan warga dari sekitar lokasi,” bebernya.
Petugas khusus yang direkrut itu akan dilatih oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Samarinda.
“Ini bagian dari upaya kami untuk memberdayakan tenaga kerja lokal sekaligus memperkuat pengawasan lingkungan,” tambahnya.
Untuk diketahui, setiap unit insinerator nantinya akan dijalankan oleh empat hingga enam petugas yang bertugas mulai pukul 07.00 hingga 15.00 Wita.
Para petugas tersebut memiliki tanggung jawab untuk menerima sampah, mencatat asal dan volumenya, kemudian mengoperasikan proses pembakaran melalui mesin insinerator.
Rekrutmen tenaga kerja difokuskan bagi warga Samarinda dengan batas usia maksimal 35 tahun.
Meski tidak memerlukan keahlian teknis khusus, mereka akan mengikuti pelatihan intensif selama satu hingga dua minggu yang diselenggarakan oleh pihak penyedia insinerator.
Namun, mekanisme ini berpotensi bertentangan dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 11 Tahun 2024, yang mengatur bahwa tenaga kerja di bidang pengelolaan limbah B3, termasuk operator insinerator, wajib memiliki kompetensi dan sertifikasi resmi sesuai ketentuan yang berlaku. (lis)
